JAKARTA – Tren penerbitan surat utang atau obligasi masih akan mengalami tren pertumbuhan hingga akhir tahun. Surat utang masih menjadi pilihan instrument pembiayaan yang bakal dilakukan korporasi.
Hal ini pun diakui oleh PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) yang bakal mengantongi mandat penerbitan obligasi. Perseroan juga mengungkapkan, hingga kuartal 2022 telah mengantongi mandat penerbitan surat utang senilai Rp39,32 triliun.
Berdasarkan data Pefindo, jumlah mandat obligasi korporasi tersebut didapat dari 29 perusahaan yang berasal dari beragam sektor. Bila dirinci per sektor, industri bubur kertas memiliki rencana emisi terbesar yakni Rp8,42 triliun dari 2 perusahaan, diikuti industri konstruksi dengan rencana emisi Rp6,40 triliun dari 2 perusahaan.
Lalu ada sektor lembaga keuangan khusus dengan rencana emisi Rp4,5 trilun dari 2 perusahaan, sektor perusahaan induk senilai Rp3,56 triliun dari 3 perusahaan, disusul oleh sektor pertambangan Rp3,12 triliun dari 3 perusahaan, serta sektor telekomunikasi dengan rencana emisi Rp3 triliun dari 2 perusahaan.
“Hingga akhir kuartal tiga 2022, total penerbitan surat utang korporasi nasional sebesar Rp131,94 triliun,” kata Kepala Divisi Pemeringkatan Nonjasa Keuangan I Pefindo, Niken Indriarsih Disampaikannya, jumlah tersebut mengalami kenaikan 70,11% dibandingkan dengan emisi hingga kuartal III/2021 lalu sebanyak Rp77,56 triliun.
Secara rinci, jumlah emisi obligasi korporasi hingga kuartal III/2022 dengan rating Pefindo adalah sebanyak Rp104,06 triliun, sementara sisanya sebesar Rp27,88 triliun dengan lembaga pemeringkat lainnya. Sektor multifinance mendominasi penerbitan obligasi korporasi sepanjang tahun ini dengan total emisi Rp22,75 triliun.
Menyusul di belakangnya adalah sektor pulp & paper serta perbankan masing – masing sebesar Rp17,99 triliun dan Rp13,6 triliun. Selanjutnya, sektor pertambangan mencatatkan emisi senilai Rp12,2 triliun diikuti oleh konstruksi dengan nilai penerbitan Rp11,95 triliun.
Sebelumnya, Head of Research & Market Information Department PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI), Roby Rushandie pernah bilang, pasar obligasi masih cenderung volatil pada sisa tahun 2022. Hal tersebut seiring dengan kondisi ketidakpastian global yang akan menekan pasar obligasi dalam negeri.
Disampaikannya, salah satu sentimen penekan pasar surat utang Indonesia adalah risiko ekonomi global seperti terjadinya stagflasi. Hal ini akan berdampak pada langkah bank sentral global, seperti The Fed di AS untuk meningkatkan suku bunga. Dia menjelaskan, jika The Fed menaikkan suku bunga secara agresif sekitar 50–75 basis poin di 4 pertemuan bulanan yang tersisa, maka imbal hasil obligasi AS atau US Treasury akan turut naik. Kenaikan tersebut akan membuat spread yield SBN dan US Treasury menyempit.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)