Bukan rahasia, Trump sangat suka mencuit, sama seperti Musk. Bagi mantan presiden AS ini, Twitter menjadi cara jitu berhubungan dengan para pemilihnya, alih-alih melalui media tradisional. Tapi keadaan sudah berubah. Trump kini punya perusahaan media sosial sendiri, yang bernama “Truth Social”.
Platform ini tampak persis seperti Twitter dan pengguna bisa mengunggah “truth” atau “kebenaran” di sana.
Dan aset terbesar Truth Social saat ini adalah Trump. Kalau dia kembali ke Twitter, Truth Social tidak akan bisa menjadi platform sosmed besar.
Menurut analisis Sensor Tower, Truth Social baru diunduh 92 ribu kali bulan lalu, di periode sama Twitter diunduh 14 juta kali.
Tapi tujuan utama Truth Social bukan menjadi relevan dengan publik kebanyakan. Trump butuh berada di sana secara eksklusif.
Itu mengapa, dalam pernyataannya baru-baru ini Trump berkata dia tidak pernah berpikir untuk kembali ke Twitter. Lagipula, dewan yang dibentuk Musk belum tentu membolehkan Trump kembali.
Ini mirip dengan Dewan Pemantau milik Facebook, yang memutuskan Trump dilarang di platform itu selama dua tahun. Mereka juga harus memutuskan apakah akan kembali menerima Trump pada Januari tahun depan. Mungkin saja, kedua “dewan” ini memutuskan tetap melarang Trump.
Belum ada perubahan kebijakan moderasi
“Supaya semua jelas, kami belum membuat perubahan pada kebijakan moderasi konten Twitter,” Musk mencuit.
Sebelumnya, dia mengumumkan akan membentuk dewan baru untuk memoderasi cuitan.
Di saat sama, dia mengatakan semua orang yang di-suspend karena alasan-alasan sepele dan meragukan” akan “dibebaskan dari penjara Twitter.
“Komedi kini legal di Twitter,” kata dia.
Banyak yang khawatir ini berarti Musk akan melonggarkan aturan soal ujaran kebencian dan misinformasi.
“Tidak ada keputusan besar soal konten atau mengembalikan akun yang ditangguhkan sebelum dewan terbentuk,” kata dia, hanya beberapa saat sebelum Twitter mengumumkan mengakhiri suspensi akun Kanye West pra-akuisisi olehnya.
Tapi Musk telah memberi sinyal bahwa perubahan besar akan terjadi di Twitter, versinya akan “kebebasan bersuara yang absolut”.
Di Uni Eropa, komisioner yang bertugas mengawasi pasar digital mengomentari cuitan Musk: Di Eropa, burung itu akan terbang sesuai aturan Uni Eropa.
Di Amerika, koalisi aktivis sayap kiri Stop the Deal berkata Musk “haus kekacauan” dan rencana-rencananya bisa saja menjadikan Twitter “kolam yang lebih penuh dengan kebencian”.
Petunjuk tentang spam dan super app
Sebelumnya, Musk pernah marah besar akibat banyaknya bot dan spam yang ada di platform ini, meski Twitter selalu menyangkal jumlah pengguna yang mereka laporkan lebih rendah.
Musk bisa saja memerintahkan pembersihan masal, yang kemungkinan berefek pada jumlah pengikut banyak orang. Ini tentu langkah awal yang tak populer.
Tapi petunjuk yang lebih menarik dari Musk adalah soal “X, aplikasi untuk semua hal”.
Dia tak pernah menjelaskan dengan detail apa maksudnya, tapi banyak yang menduga Twitter akan berubah menjadi sebuah “super app” - sama seperti WeChat di China: aplikasi sosial media, pesan, keuangan, pemesanan makanan, pendeknya untuk semua kegiatan sehari-hari.
Sillicon Valley tak punya aplikasi semacam itu, meskipun banyak yang berpendapat WhatsApp dan Facebook mulai bermetamorfosis menjadi demikian.
Musk juga tak pernah menyembunyikan kesukaannya pada mata uang crypto dan Binance, platform crypto terbesar saat ini, adalah penyokong utama misinya.
Apakah kita akan melihat Twitter menjalankan bisnis yang menerima pembayaran dengan crypto? Para pecinta crypto akan bersorak gembira, sementara mereka yang masih merasa criypto volatil akan sangat khawatir.
"Yang kita tahu tentang Musk adalah bahwa dia visioner, mudah berubah pikiran, ambisius, dan kreatif. Kita menyadari, perubahan Twitter bisa berjalan dengan sangat cepat. Sementara itu, sejumlah pengguna Twitter sudah mulai merasa jauh dengan platform ini. Kami ingin mobil terbang, tapi yang kami dapatkan adalah 140 karakter,” kata investor Peter Thiel dari industri teknologi, jauh sebelum meme “harapan vs kenyataan” populer.
Tapi dengan Musk kini memiliki Twitter, kita bisa saja memiliki kedua hal itu.
(Taufik Fajar)