JAKARTA - Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) yang dinamai Whoosh akhirnya diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Senin (2/10/2023).
Adapun mega proyek di sektor transportasi itu melewati sejumlah perkara dan sempat molor selama tujuh tahun lamanya.
BACA JUGA:
Dalam peresmian itu, Jokowi menyebut bahwa kereta cepat beserta teknolog yang dimilikinya merupakan hal baru di Indonesia. Termasuk, kecepatan, konstruksi, hingga model pembiayaan.
Menurutnya, Indonesia masih perlu belajar lagi untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak terduga di kemudian hari.
"Kereta cepat juga hal baru bagi kita, baru teknologinya, baru kecepatannya dan juga konstruksinya, baru juga model pembiayaannya, semuanya serba baru dan kita tidak boleh takut belajar dan mencoba hal-hal yang baru dan dalam proses itu bisa muncul hal-hal yang tidak terduga," ujar Jokowi saat meresmikan kereta cepat di Stasiun KCJB Halim, Jakarta, Senin (2/10/2023).
BACA JUGA:
Adapun KCJB menjadi kereta cepat pertama di Indonesia dan Asia Tenggara dengan kecepatan 350 kilometer (km) per jam.
Terlepas dari keberhasilan Indonesia menorehkan sejarah baru di sektor transportasi, pembangunan KCJB sempat kontroversi dan menjadi sorotan banyak pihak. Berikut kilas balik KCJB yang dirangkum MNC Portal:
1. Pembengkakan Biaya (cost overrun)
Awalnya, KCJB mengalami cost overrun yang diperkirakan mencapai USD3,8 miliar-4,9 miliar atau setara Rp54 triliun- Rp69 triliun. Padahal, anggaran pembangunan KCJB sebesar USD6,07 miliar saja.
Jumlah tersebut terdiri atas pembiayaan Engineering Procurement Construction (EPC) sebesar USD4,8 miliar dan USD1,3 miliar untuk non-EPC. Namun begitu, sejak dilakukan kajian dengan bantuan konsultan, perhitungannya justru melebar hingga di angka USD8,6 miliar.
Perkiraan konsorsium Indonesia atau PSBI bahwa anggaran KCJB berada di dalam skenario low and high. low mencapai USD9,9 miliar dan high USD11 miliar. Artinya, cost overrun yang terjadi dengan skenario tersebut adalah sekitar USD3,8-4,9 miliar.
Namun begitu, pada awal tahun ini Indonesia dan China akhirnya sepakat bila nilai pembengkakan biaya KCJB sebesar USD1,2 miliar atau Rp18,2 triliun. Jumlah itu lebih tinggi dari hasil audit BPKP yakni USD1,176 miliar atau setara Rp16,8 triliun.
BACA JUGA:
2. Penundaan Setoran Modal ke China Development Bank
Pada 2021 lalu, KCIC pernah mengajukan penundaan setoran modal dasar sebesar Rp4,3 triliun kepada China Development Bank (CDB). Meski demikian, KCIC belum menerima balasan dari CDB.
Secara hukum per 30 Desember 2020 seharusnya setoran modal sudah dilakukan KCIC. Namun, ada pembengkakan biaya, maka konsorsium Indonesia mengajukan penundaan setoran hingga Mei 2021 lalu.
Secara legal formal, KCIC termasuk konsorsium BUMN seharusnya mendapat event of default atau pelanggaran terhadap kondisi-kondisi yang telah disepakati bersama. Pelanggaran ini berpotensi membatalkan pinjaman yang diberikan CDB kepada KCIC.
3. Komunikasi Antar Dua Konsorsium Tak Mulus
KCIC mengakui komunikasi antara perwakilan Indonesia dan China tak berjalan mulus saat itu. Padahal, pengerjaan proyek tersebut masih panjang.
"Jadi Bapak pimpinan (DPR) selama ini komunikasi antara pihak Indonesia dengan China itu tidak smooth," ujar Direktur Utama PT KAI (Persero) Didiek Hartantyo saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI beberapa waktu lalu.