Bekerja di divisi Housekeeping, dia dan tim bertugas menjaga kebersihan kamar dan seluruh public area. Para karyawan Hotel Sultan yang honorer, dengan turunnya tingkat hunian, maka tenaga mereka tidak bisa digunakan. Otomatis mereka tidak punya penghasilan.
Ketakutan serupa juga dirasakan oleh Erick, Senior Chef yang telah bekerja di Hotel Sultan lebih dari 30 tahun.
“Dengan adanya ancaman pidana itu saya takut berangkat kerja. Tapi karena kebutuhan keuangan, saya terpaksa berangkat. Saya susah tidur, saya khawatir dengan kelangsungan kehidupan keluarga saya,” beber Erick.
Penghasilan sebagai Chef di Hotel Sultan sangat bermanfaat bagi keluarganya. Dia memiliki tiga anak. Pertama sudah hampir selesai kuliah, sedang menyusun skripsi, kedua mau masuk kuliah, yang ketiga kelas 3 SD, yang memerlukan banyak biaya.
“Sebelum ada kejadian ini kita bekerja dengan tenang, punya karier yang terus berkembang, punya pendapatan yang cukup, setiap tahun ada bonus, ada THR. Setelah kejadian ini susah tidur, gimana nasib keluarga saya ke depannya, jadi semacam mental damage. Semua pekerja di sini merasakan hal serupa” jelas Erick.
Dalam pekerjaannya, Erick diminta manajemen untuk melayani tamu dengan baik. Tidak tahu menahu dengan persoalan yang sedang dihadapi oleh perusahaan dengan pihak PPKGBK.
Dampak konflik lahan Hotel Sultan antara PPKGBK dan PT Indobuildco ini berdampak serius terhadap penurunan hunian Hotel Sultan. Menurut Tuti Darojah, Sales, yang sudah lebih dari 23 tahun bekerja di Hotel Sultan bahwa pada Oktober ada beberapa grup besar dengan kapasitas internasional yang sudah memesan kamar.
Tapi dengan adanya berita-berita, pemasangan barikade penutup jalan dan ancaman di media massa, membuat tamu membatalkan semua reservasi.
“Saya merasa sebagai karyawan yang telah diperlakukan tidak adil. Statement kuasa hukum PPKGBK mendiskriminasikan hotel kami. Kondisi kami sangat terpuruk. Mohon selesaikan di pengadilan, jangan mengganggu operasional hotel dan jangan menyeret karyawan, lalu diancam pidana. Salah kami di mana pak?” Tanya Tuti.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)