Di Jepang misalkan, meski rasio utang sampai 200% dari PDB, bunganya hanya 0,2%. Indonesia, di sisi lain, bunganya mencapai 6,5%. Sehingga, kalau seandainya Jepang berutang hingga Rp7.000 triliun seperti Indonesia, maka yang dibayar setiap tahun hanya Rp14 triliun. Sementara Indonesia, membayar utangnya bisa mencapai Rp350-Rp400 triliun per tahunnya, meskipun itu hanya bunga.
"Siapa yang menikmati? Ya orang-orang kaya itu, termasuk perbankan karena mereka membeli obligasi. Mereka tak perlu bekerja karena mendapat uang dari pajak. Nah kenapa? Ini yang ugal-ugalan," tambah Didik.
Dia juga menyinggung rencana penerbitan utang di 2024 sebesar Rp1.300 triliun.
"Yang spektakuler waktu COVID-19, nah sekarang pembayaran bunga dan pokok bisa mencapai Rp1.000 triliun, seperti di 2023 ini kira-kira. Dalam pandangan saya, ini sudah menjadi penyakit dalam APBN kita," tandas Didik.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)