JAKARTA – Utang Indonesia diprediksi menembus Rp2.000 triliun tiap tahunnya. Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini pun mengkritisi pola pemerintah Indonesia dalam mengambil utang.
Ekonom senior ini mencontohkan bahwa pada zaman pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), obligasi yang dikeluarkan hanya sekitar Rp50-Rp75 triliun. Utang ini pun dipakai untuk menutup defisit, atau menambah anggaran.
"Tetapi di Indonesia, utangnya naik hingga 3 kali lipat sejak 2014. Tahun 2020 paling spektakuler, jadi setahun APBN kita membuat utang atau obligasi Rp1.686 triliun tahun 2020 waktu COVID-19," ujar Didik dalam Seminar bertemakan "Evaluasi Akhir Tahun Bidang Ekonomi, Politik, dan Hukum" secara virtual di Jakarta, Kamis (14/12/2023).
Dia mengatakan bahwa penerbitan obligasi ini tidak semuanya untuk anggaran, sebagian diswap untuk utang, jadi yang dipakai hanya selisihnya saja.
"Sehingga sampai kiamat, itu akan selalu mengambil utang sebesar Rp1.000-2.000 triliun tiap tahun, atau bahkan lebih. Utang yang diambil untuk menambal defisit itu dulu Rp50 triliun, sekarang sudah Rp1.000-2.000 triliun, ya sampai kiamat kalau tidak ada perubahan radikal,"
Meskipun pemerintah menyebut bahwa rasio utang masih dalam taraf aman di 40%, Didik mengatakan hal ini benar jika hanya dihitung dari utang ini saja. Pasalnya, menurut dia ini belum menghitung utang yang lain, misal utang BUMN, utang pemerintah daerah, dan yang lainnya, bisa mencapai 70%.