JAKARTA – Gelombang PHK masih menghantui industri tekstil dan padat karya. Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) mengaku potensi PHK karena kinerja sektor bisnis ini masih akan tertekan di kuartal I 2024.
Ketua Umum APSYFI Redma Gita Wirawasta mengatakan, kinerja dan pendapatan perusahaan-perusahaan tekstil dan padat terus menurun selama tiga bulan pertama tahun ini.
“Kalau kita melihat di kuartal 1 (2024) sepertinya akan berlanjut turun ya, karena memang di bulan Januari, Februari kita masih mendengar teman-teman yang melakukan PHK gitu ya,” ujar Redma, Jumat (1/3/2024).
Saat ini utilisasi pabrik berada di angka 40% atau terjun bebas dari posisi di tahun 2022, yakni 75-80%. Penurunan secara signifikan ini membuat kinerja tekstil dan padat negatif.
“Sekarang di hulu itu utilisasi sekitar 40%, itu di bulan Januari dan Februari. Artinya, di kuartal I 2024 ini akan tetap kemungkinan lebih dalam minus-nya dibandingkan kuartal IV (2023),” paparnya.
APSyFI mencatat, produk tekstil impor menguasai 70% pasar (market) di Tanah Air. Kondisi itu membuat kinerja industri tekstil lokal tertekan dan terus merugi. Redma mengaku, dominasi produk impor di pasar dalam negeri membuat industri tekstil lokal masuk dalam kategori terburuk dibandingkan 20 tahun terakhir.