BALI - Wakil Menteri Pertanian Sudaryono mengungkapkan masa depan industri sawit Indonesia di Konferensi Internasional Kelapa Sawit dan Lingkungan (International Conference of Oil Palm and Environment/ICOPE). Menurutnya, banyak tantangan yang dihadapi industri sawit di tengah keberlanjutan bisnisnya.
Industri kelapa sawit di Indonesia dibangun dengan pendekatan yang memprioritaskan keseimbangan antara aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Namun melihat dari aspek lingkungan, tantangan keberlanjutan dalam produksi minyak sawit sangat beragam, seperti degradasi lingkungan, ketergantungan pada input kimia dan dampak perubahan iklim.
Isu-isu ini sangat menonjol bagi negara penghasil maupun konsumen minyak sawit.
"Dalam mengatasi tantangan ini dibutuhkan kerjasama antara pemerintah maupun sektor swasta untuk berbagi pengalaman dan mencari solusi serta strategi pendekatan komprehensif yang mengintegrasikan praktik pertanian berkelanjutan, inovatif dan upaya penelitian kolaboratif," ujarnya, di Bali Beach Convention, Rabu (12/2/2025).
Oleh karena itu, dirinya sangat mengapresiasi terselenggaranya ICOPE 2025 dengan tema yang diangkat yaitu “Perkebunan Kelapa Sawit-Transformasi Ekologi Menuju Pertanian Yang Positif Terhadap Iklim dan Alam”. Tema ini tentu sangat bermanfaat bagi industri sawit atas isu yang berkaitan dengan lingkungan termasuk perkebunan besar dan petani plasma.
"Konferensi ini tidak hanya penting bagi Indonesia, tetapi juga bagi seluruh negara penghasil minyak sawit dan konsumen di seluruh dunia," ujarnya.
Wamentan melanjutkan, reduksi kualitas lingkungan terjadi secara masif dan global. Perubahan iklim global terjadi sebagai resultante kerusakan lingkungan yang terjadi secara terus menerus dan luas.
Sebagaimana kita ketahui, kebakaran lahan merupakan salah satu dampak negatif perubahan iklim. Kebakaran lahan merupakan fenomena yang merugikan semua pihak, baik pelaku usaha perkebunan kelapa sawit, maupun masyarakat umum di luar perkebunan.
Selain itu, kebakaran lahan yang umumnya disertai dengan polusi asap juga berdampak pada tanaman kelapa sawit.
Menurut data dari PPKS, kabut asap dapat menghambat proses fotosintesis sehingga produktivitas buah kelapa sawit menurun sekitar 0,2 - 5,5%.
"Oleh karena itu, upaya pencegahan kebakaran lahan menjadi bagian dari tata kelola perkebunan kelapa sawit itu sendiri," ujarnya.
Kemudian yang mesti diperhatikan industri sawit soal penerapan metode pengendalian hama terpadu dan pengolahan tanah konservasi yang dapat meningkatkan kesehatan tanah dan mengurangi ketergantungan bahan kimia (pupuk kimia). Wamentan meminta, praktek pertanian berkelanjutan ini membantu melestarikan tanah dalam jangka panjang, berkontribusi pada keanekaragaman hayati yang penting untuk keberlanjutan ekosistem.
Meski demikian, Wamentan mengakui bahwa industri sawit juga dihadapkan pada realitas ketergantungan ekonomi dan akses terbatas ke sumberdaya yang dapat menghambat berkelanjutan.
"Mengatasi masalah sistemik ini sangatlah penting untuk menumbuhkan sektor sawit yang tangguh," ujarnya.
Selain dampak perubahan iklim, Sawit juga juga dihadapkan tantangan dari sisi internasional, isu yang diangkat pun bermacam-macam, mulai dari isu lingkungan, hak asasi manusia, hingga munculnya kebijakan EUDR (European Union on Deforestation-free Regulation) atau regulasi pengenaan produk bebas deforestasi dari Uni Eropa.
Memperhatikan kondisi tersebut, Pemerintah menerapkan surat tanda daftar budidaya (STDB) yang merupakan pendataan dan pendaftaran pekebun dengan luasan kurang dari 25 ha.
Penerapan STDB bertujuan untuk menghimpun data kepemilikan kebun rakyat dan informasi pendukung lainnya, mewujudkan tata kelola perkebunan berkelanjutan, mempermudah petani dalam mendapatkan program bantuan pendanaan APBN ataupun pendanaan lainnya, serta sebagai persyaratan ISPO pekebun.
Penyelenggaraan sertifikasi perkebunan kelapa sawit berkelanjutan telah diatur sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38 Tahun 2020, yang menetapkan kewajiban penerapan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) guna memastikan keberlanjutan dan daya saing industri kelapa sawit Indonesia. ISPO merupakan salah satu strategi pertanian berkelanjutan yang aspek lingkungan meliputi mitigasi emisi gas rumah kaca, konservasi keanekaragaman hayati, serta pengelolaan limbah dan bahan berbahaya dalam rantai pasok kelapa sawit.
"Oleh karena itu, kami terus mendorong seluruh pelaku usaha perkebunan kelapa sawit agar memiliki sertifikasi ISPO, termasuk Pekebun untuk meningkatkan produktivitas tanpa merusak lingkungan," ujarnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)