Dalam konteks tarif masuk berdasarkan skema Most Favoured Nation (MFN), Airlangga menyebutkan bahwa dari total 11.555 pos tarif yang berlaku antara Indonesia dan Amerika Serikat, sekitar 12 persen telah memiliki bea masuk nol persen, dan sekitar 47 persen memiliki bea masuk sebesar 5 persen.
“Amerika sejauh ini sudah mendapat 60 persen bea masuk di bawah 5 persen,” tuturnya.
Dengan perjanjian yang baru disepakati, pemerintah berupaya memperluas cakupan produk Indonesia yang mendapatkan bea masuk nol persen ke pasar AS, sejalan dengan skema serupa dalam kerja sama dagang Indonesia dengan berbagai mitra strategis seperti ASEAN, China, Jepang, Uni Eropa, Kanada, Australia, dan Selandia Baru.
Airlangga juga menekankan Indonesia dan Amerika Serikat telah menyelesaikan hambatan non-tarif (non-tariff barriers), yang selama ini menjadi kendala utama perdagangan bilateral. Penyelesaian tersebut akan segera ditindaklanjuti melalui penandatanganan joint statement yang jadwalnya akan diumumkan kemudian.
Terkait dengan pembelian produk dari AS, Airlangga menyampaikan bahwa Indonesia selama ini telah mengimpor sejumlah komoditas dari negara tersebut, termasuk energi, gandum (wheat), dan kedelai (soybean).
“Ada reorientasi sumber pembelian energi, dan sebagian akan kami konsentrasikan ke Amerika. Tetapi secara keseluruhan, tidak ada tambahan signifikan terhadap barang impor dari Indonesia,” tuturnya.
Pemerintah berharap kebijakan ini akan memperkuat hubungan dagang bilateral dan meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global, khususnya di sektor tekstil dan produk agrikultur yang selama ini menghadapi tekanan tarif tinggi.
(Taufik Fajar)