JAKARTA – Indonesia menegaskan komitmennya dalam transisi menuju energi bersih berbasis kehutanan pada Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP30) UNFCCC di Belem, Brasil. Transisi menuju energi bersih kini bukan lagi pilihan, melainkan keharusan bagi setiap negara yang berkomitmen pada keberlanjutan.
“Dalam jalur keberlanjutan global ini, hutan tanaman industri memiliki peran strategis dan transformatif yang sering kali belum sepenuhnya diperhatikan,” ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Kehutanan, Laksmi Wijayanti, Jumat (14/11/2025).
Pemerintah telah mengarahkan pembangunan hutan tanaman industri tidak hanya sebagai penghasil kayu legal, tetapi juga sebagai sumber utama biomassa berkelanjutan yang mendukung pengurangan emisi karbon.
“Pemerintah menyediakan iklim investasi hijau melalui kejelasan regulasi, insentif berkelanjutan, dan standar legalitas hutan seperti SVLK sebagai paspor hijau untuk setiap produk biomassa. Dengan kolaborasi dan inovasi, hutan kita akan menjadi solusi konkret bagi transformasi ekonomi dan kesejahteraan sosial,” ujarnya.
Sementara itu, Staf Ahli Menteri Bidang Revitalisasi Industri Kehutanan Kementerian Kehutanan, Novia Widyaningtyas, menambahkan bahwa Indonesia terus memperkuat komitmen iklimnya melalui peningkatan target pengurangan emisi nasional.
“Indonesia telah meningkatkan ambisi penurunan emisi dari 29 persen menjadi 31,89 persen tanpa syarat, dan dari 41 persen menjadi 43,20 persen dengan dukungan internasional. Komitmen ini dituangkan dalam Enhanced NDC yang mengarahkan Indonesia menuju FOLU Net Sink 2030,” jelas Novia.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa sistem sertifikasi SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian) menjadi pilar penting untuk memastikan jejak keberlanjutan sektor kehutanan Indonesia di pasar global.
“Melalui SVLK, kami memastikan bahan baku energi berbasis hutan memiliki keterlacakan dan keberlanjutan yang kuat. Lebih dari 2,4 juta sertifikat telah diterbitkan untuk mendukung industri berbasis kayu dan energi biomassa. Ini membuktikan bahwa kebijakan kehutanan Indonesia tidak hanya visioner, tetapi juga implementatif di lapangan,” ujarnya.
(Feby Novalius)