BANGKALAN - Kerusakan terumbu karang di Desa Labuhan, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur terbilang parah. Bahkan, pada 2017 saja, tutupan karang hidup hanya mencapai 10-25 persen.
Kondisi tersebut berdampak pada abrasi pantai mencapai 5,24 meter per tahun. Efeknya juga terasa pada penurunan hasil tangkapan nelayan menjadi kurang dari 10 kilogram, padahal biasanya bisa mencapai dari 30-40 kilogram per sekali melaut.
PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) pun melakukan konservasi terumbu karang melalui metode transplantasi karang menggunakan kubah beton berongga. Ini menjadi modul pertama di Indonesia dan sudah mengantongi hak cipta.
Sebanyak 80 kubah beton berongga dengan 480 fragmen karang berhasil ditanam dengan tingkat kesintasan mencapai 97 persen. Empat jenis karang yang ditransplantasi antara lain Acropora millepira, Acropora hyacinthus, Porites cylindrica, dan Sinularia sp.
Konservasi ini berdampak signifikan terhadap peningkatan biodiversitas laut. Beragam spesies fauna akuatik yang berasosiasi dengan terumbu karang meningkat dari 8 spesies pada 2017 menjadi 40 spesies pada 2024. Manfaatnya juga dirasakan masyarakat, hingga program tersebut direplikasi Pemerintah Desa Labuhan dengan menanam 130 kubah beton tambahan.
“Melalui kegiatan konservasi yang dilaksanakan bersama dengan PHE WMO, tentunya menjadi semangat bagi kami untuk terus menjaga keberlanjutan lingkungan. Kami tidak hanya mendapatkan manfaat dari sisi lingkungan, tapi masyarakat kurang mampu di sini juga dapat terlibat untuk mengembangkan usaha di area wisata,” ujar Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Payung Kuning Moh Sahril di Bangkalan, Madura, Jawa Timur, Senin (22/12/2025).
Taman Wisata Laut Labuhan juga dikelilingi mangrove untuk meminimalisir abrasi. Ekosistem alam yang terbangun menarik banyak kalangan dari mahasiswa baik dari dalam maupun luar negeri untuk melakukan riset.
Lewat pengembangan Program Taman Wisata Laut Labuhan, komitmen terhadap keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat pesisir terus diperkuat PHE WMO. Program berbasis ekowisata pesisir ini menjadi bagian dari strategi One Belt One Road (OBOR) yang mengintegrasikan aspek lingkungan, sosial, pendidikan, dan ekonomi masyarakat sekitar wilayah operasi.
Menurut General Manager Zona 11 PHE Zulfikar Akbar, pengembangan area operasional ini bertujuan mewujudkan keberlanjutan, sekaligus mendukung agenda internasional Sustainability Development Goals (SDGs) utamanya tujuan pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi dan menjaga ekosistem laut serta menjaga ekosistem darat.
“Sebagai tetangga terdekat wilayah operasi kami, tentu kami berharap masyarakat pesisir semakin maju dan sejahtera. Ini sejalan dengan Konsep OBOR dan dukungan terhadap SDGs,” ujarnya.
Bukan hanya fokus pada peningkatan produksi minyak dan gas (migas), PHE WMO juga memberikan perhatian terhadap keberlanjutan sebagai fondasi utama hubungan dengan masyarakat pesisir.
Ditambahkan Manager Comrel & CID Regional 4 Rahmat Drajat, inovasi kubah beton berongga sebagai solusi konkret. “Program ini merupakan ide cemerlang karena mampu menjawab persoalan lingkungan sekaligus ekonomi masyarakat nelayan,” imbuhnya.
Senior Manager Relations Regional Indonesia Timur
Sigit Dwi Aryono mengungkapkan, PHE WMO Regional Indonesia Timur terus berkomitmen penuh melaksanakan program berkelanjutan sesuai kerangka Environmental, Social & Governance (ESG). Program ini, menurutnya, implementasi dari aspek sosial yakni hubungan dengan komunitas di sekitar wilayah operasi.
“Harapannya, kami dapat menjalankan peran kami semaksimal mungkin sebagai pendukung ketersediaan energi negeri, di sisi lain juga menumbuhkan kemandirian bagi masyarakat lokal,” tuturnya.
Adapun hingga Desember 2025, PHE WMO sebagai pengelola Blok West Madura Offshore sejak 2011 mencatat produksi minyak mentah sebesar 1.703 BOPD dan gas 26,454 MMSCFD, dengan wilayah operasi di lepas pantai barat Madura dan fasilitas gas di Gresik.
(Dani Jumadil Akhir)