JAKARTA - Transaksi produk derivatif yang selama ini dinilai sebagai transaksi yang lebih banyak merugikan nasabahnya dinilai sebagai produk yang jelas-jelas mengeksploitasi ketidaktahuan akan informasi oleh nasabah.
Oleh karena itu, diperlukan perlindungan hukum untuk menghindari nasabah dari eksploitasi bank yang menjual produk derivatif untuk menghindari nasabah dari kerugian yang lebih besar.
"Produk-produk derivatif ini merupakan bentuk eksploitasi bank atas kekurangtahuan informasi nasabah yang memang tidak memiliki background pengetahuan finance," ujar Anggota Komisi XI DPR RI Drajad Wibowo, dalam konferensi pers Perlindungan Nasabah Produk Derivatif dan Buka Puasa Bersama, di Foodism, Senayan, Jakarta, Rabu (9/9/2009).
Produk-produk derivatif yang banyak dijual oleh bank-bank Internasional memanfaatkan kekurangcanggihan ilmu nasabah yang kebanyakan para eksportir dari negara-negara berkembang untuk melakukan eksploitasi besar-besaran dengan menjanjikan bahwa nasabah akan selalu untung, namun pada kenyataannya hal tersebut berlaku sebaliknya. Sebagai pengawas perbankan, Bank Indonesia (BI) pun dinilai masih kurang tegas dalam mengawasi penjualan produk derivatif tersebut.
"BI baru sadar ini produk spekulatif pada November-Desember 2008, saat krisis, tapi belum ada tindakan tegas dari BI terkait bank yang menjual produk-produk tersebut," ungkapnya
Namun para eksportir yang menjadi nasabah produk derivatif tidak perlu lagi merasa khawatir. Pasalnya sudah ada beberapa kasus sengketa terkait produk derivatif yang telah diputuskan oleh pengadilan yang dapat melindungi hak nasabah dan mencegah kerugian yang lebih besar.
Yaitu diantaranya sengketa antara PT Nubika Jaya dengan Standard Chartered Bank yang diputuskan PN Jakarta Pusat dan PT Permata Hijau Sawit dengan Citibank yang diputuskan oleh pengadilan negeri Jakarta Selatan.
"Dengan adanya keputusan tersebut saya mengimbau kepada eksportir lain yang sudah terlanjur menyerah kepada bank untuk mengambil kesempatan untuk berjuang lagi akan hak-haknya," imbuhnya.
(Rani Hardjanti)