Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Pengurangan Defisit Global Tak Pengaruhi RI

Wisnu Murti , Jurnalis-Selasa, 29 Juni 2010 |07:37 WIB
Pengurangan Defisit Global Tak Pengaruhi RI
Ilustrasi
A
A
A

JAKARTA - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas mengungkapkan pengurangan defisit global yang diwacanakan dalam pertemuan G20 tidak akan banyak berimbas terhadap perekonomian Indonesia.

"Pengurangan atau pemotongan anggaran belanja untuk efisiensi dan efektivitas. Sedangkan ekspor impor dan perdagangan dunia, lebih banyak dipegang pebisnis bukan pemerintah," ujar Sekretaris Kementerian PPN/Bappenas Syahrial Loetan di Jakarta.

Selama anggaran negara bisa dioptimalkan dan efektif, lanjut dia, maka keputusan negara-negara industri tersebut tidak akan berpengaruh secara langsung bagi perekonomian Indonesia.

Syahrial menambahkan, keputusan pengurangan defisit juga bukan keputusan seluruh negara anggota G20.Menurut dia,keputusan tersebut hanya untuk menjaga konsistensi kebijakan anggota G20. Dia menambahkan,pemerintah pun menerapkan hal yang sama, yakni menekan defisit demi meningkatkan efektivitas anggaran belanja.

"Dalam undang-undang disebutkan defisit maksimal 3 persen, kita upayakan tidak sampai angka itu. Mungkin hingga akhir tahun diprediksi hanya satu persen saja," ujarnya.

Sementara itu,ekonom yang juga Komisaris Independen Bank Permata Tony Prasetiantono menilai keputusan pemangkasan defisit negara maju dan negara industri akan berdampak positif bagi negara berkembang.Alasannya, jika defisit anggaran negara maju atau negara industri dipangkas, maka penerbitan obligasi negara-negara tersebut di pasar global akan semakin berkurang.

"Ini bagus karena bisa menurunkan imbal hasil (yield) saham di pasar finansial global," ungkap Tony.

Menurut dia,ancaman terbesar saat ini adalah jika negara-negara yang terkena krisis seperti Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Eropa berlomba membiayai defisit anggarannya dengan dana yang berasal dari penerbitan obligasi global. Hal itu, kata Tony,menyebabkan suplai obligasi berlebihan sehingga imbal hasil obligasi menjadi mahal.

"Ini tidak baik bagi Indonesia karena menerbitkan obligasi menjadi mahal dan akan membebani APBN," katanya.

Sebaliknya,jika negara-negara tersebut mengerem penerbitan obligasinya, maka imbal hasil penerbitan obligasi global akan semakin murah dan secara langsung akan berimbas positif bagi APBN.

Sekadar gambaran, salah satu keputusan yang dihasilkan dalam Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Toronto, Kanada, adalah bahwa negara-negara industri yang tergabung dalam G20 akan melakukan pemotongan anggaran untuk menekan defisit,demi mengembalikan pemulihan pertumbuhan ekonomi domestik negara-negara tersebut.

Forum kerja sama kelompok 20 negara maju dan berkembang itu dalam pernyataan bersamanya memperingatkan, kegagalan melaksanakan konsolidasi perekonomian akan merusak kepercayaan pasar dan menghambat pertumbuhan.

"Harus ada keseimbangan yang direfleksikan dengan komitmen memperkecil defisit setidaknya hingga 2013. Selain itu pemerintah harus mengurangi rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2016," demikian bunyi pernyataan bersama G-20.

Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama berjanji akan menindaklanjuti keputusan itu dengan mengendalikan lonjakan defisit anggaran AS.

Kubu Eropa yang dikomandoi Kanselir Jerman Angela Merkel,Presiden Prancis Nicolas Sarkozy dan Perdana Menteri (PM) Inggris David Cameron juga menyerukan pengendalian fiskal.

(Widi Agustian)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement