JAKARTA - Pemerintah telah membentuk tim independen guna menjaga transparansi industri ekstraktif migas. Tim tersebut terdiri dari pemerintah pusat dan daerah serta LSM untuk mengawasi transparansi industri ekstraktif migas, batu bara dan sebagainya.
"Tadi kita kick off extractive industry transperency (EITI). Itu sebuah tim indepen terdiri atas unsur pemerintah pusat dan daerah, LSM dan unsur-unsur lain. Melakukan tugas sesuai Perpres melakukan transparansi industri ekstraktif migas, batu bara dan sebagainya," ungkap Menko Perekonomian Hatta Rajasa usai rapat industri ekstraktif di kantornya, Lapangan Banteng, Jakarta, Rabu (26/1/2011).
Adapun pola kerja dari tim ini adalah menggunakan sistem "jemput bola" dimana EITI akan datang ke suatu perusahaan untuk meminta transparansi produksi, pembayaran pajak, kemana saja alirannya, kemudian nantinya akan dikroscek ke tim yang menerima. "Misalnya perusahaan batu bara ekspor satu juta ton senilai sekian rupiah ke tujuan tertentu, pajak sudah dibayar ke sini ke sini. EITI mengecek data itu kemudian kroscek ke tim tadi itu, nanti kalau ada distransparency, BPKP akan melakukan audit," jelas Hatta.
Menurut Hatta nantinya EITI akan menangani bermacam-macam penyalahgunaan ataupun hal-hal yang tidak seusai aturan dikemudian hari. Hatta memberikan contoh ekspor bauksit yang laporannya tidak cocok.
"Karena memang misalkan suka aneh bauksit diekspor terlapor 10 juta ton. Nanti dilaporkan china mengatakan kami impor 20 juta ton dari Indonesia maka kemana 10 juta tonnya? Hal seperti ini akan dilakukan rekonsiliasi EITI ke perusahaan dan terlapor yang dilaporkan, bisa Pemda, Pajak, bisa negara tujuan," kata Hatta.
Lebih jauh Hatta menjelaskan jika EITI ini sudah diusulkan untuk bergabung dengan Eiti internasional. Namun untuk sementara masih akan bersifat voluntary. "Kita juga apply ke EITI internasional di Oslo, ini juga dianjurkan Bank Dunia. Sementara itu baru voluntary. Mandatory baru beberapa tahun kemudian," ungkapnya.
Hatta juga menilai dengan dibentuknya tim ini maka akan memberikan pemasukan yang cukup besar bagi negara. "Ya tentu harusnya besar, fluktuatif juga, harga berubah-berubah. tapi kalau batu bara produksi kita sudah sedemikian besar tentu penerimaan dari situ juga besar," jelasnya.
Adapun pelaksana EITI nantinya akan dikoordinasikan oleh kementerian koordinator bidang perekonomian, dibawah pimpinan Wimpy S. Tjetjep, Deputi Menteri ESDM dan Menteri Kehutanan, Menteri Dalam Negeri, Kepala BPKP dan masyarakat sipil.
Sedangkan dana yang diperlukan untuk pembentukan mencapai Rp19,825 miliar. Dengan rincian Rp8,087 dari capex dan Rp4,480 dari Opex, sedangkan tambahan dana diperoleh dari MDTF-world Bank senilai Rp7,257 miliar.(adn)
(Rani Hardjanti)