Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Pengganti BP Migas Idealnya Berbentuk BHMN

Sudarsono , Jurnalis-Kamis, 29 November 2012 |09:48 WIB
Pengganti BP Migas Idealnya Berbentuk BHMN
Ilustrasi (Foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA – Lembaga baru untuk menjalankan peran dan fungsi Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas), idealnya berbentuk Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Badan ini bertugas sebagai penentu wilayah kerja dan pihak yang mewakili negara dalam melaksanakan kontrak dengan pihak swasta.

Karena itu, diperlukan undang-undang khusus yang mengatur keberadaan lembaga baru tersebut yang menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.36/PUU-X/2012, tentang pembubaran BP Migas.

"Dengan status Badan Hukum Milik Negara (BHMN), negara jadi terlindungi dan tidak akan tergerus jika terjadi sengketa atau dipailitkan di pengadilan," tegas Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana di Jakarta, Rabu (28/11/2012) malam.

Institusi baru menjadi badan pengatur (regulatory body) dan berkontrak dengan posisi yang kuat karena dijamin undang-undang. Badan hukum yang akan mensubstitusi BP Migas, nantinya tidak harus tunduk kepada kementerian BUMN maupun kementerian ESDM.

"Modelnya, bisa seperti Bank Indonesia (BI) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang tidak tunduk kepada Kementerian BUMN, walau melakukan kegiatan komersil," papar Hikmahanto.

Apabila lembaga pengganti BP Migas menjadi entitas BUMN (Badan Usaha Milik Negara), maka pilihannya tentu dalam bentuk persero atau perum. Namun keduanya sangat lemah, mengingat wilayah kerja persero untuk mencari keuntungan serta tidak ada jaminan. Kalau nanti sahamnya tidak akan dijual, misalnya ke pihak asing.

"Kalau persero punya utang dan tidak mau membayar, maka risikonya akan dipailitkan. Asetnya akan terkonsolidasi dan bisa tergerus. Nah,ini juga titik kelemahan bentuk BUMN," tambahnya.

Sementara kalau entitas pengganti BP Migas dalam bentuk Perum, tetap saja tidak ideal karena nature bisnisnya, negara harus menyubsidi.

"Sebenarnya, posisi kelembagaan BP Migas dulu sudah ideal dan negara terlindungi. Posisinya di atas angin, serta tidak akan tergerus ketika kalah dalam bersengketa," jelas Hikmahanto.

Masalahnya, dalam rangka penyusunan undang-undang khusus urusan hulu minyak dan gas, apakah pemerintah dan DPR terikat penuh dengan semangat putusan MK yang mengamanatkan kewenangan kepada BUMN.

Menurut Hikmahanto, hal krusial untuk dipikirkan dari aspek pengganti BP Migas, harus merupakan pelindung dari negara dengan catatan tidak harus BUMN yang tunduk kepada Kementerian BUMN maupun ESDM.

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement