JAKARTA - Putusan arbitrase Tribunal International Center for Settlement and Investment Dispute (ICSID) yang diajukan Churchill Mining Plc dan Planet Mining Pty Ltd menimbulkan kesan seolah-olah Pemerintah Indonesia kalah, bahkan harus membayar denda kepada pihak Churchill.
Kesan ini sama sekali salah. Yang terjadi sebenarnya adalah Arbitrer (semacam hakim) berpendapat bahwa arbitrase ICSID berwenang untuk menangani sengketa Pemerintah Indonesia dengan Churchill. Arbitrer menolak keberatan Pemerintah Indonesia yang berpendapat bahwa tribunal arbitrase hanya dapat dibentuk dengan persetujuan tertulis Pemerintah Indonesia.
"Sebagai analogi, dalam sengketa perdata di pengadilan Indonesia, adalah merupakan hal yang lazim pada awal persidangan para pihak keberatan atas kewenangan pengadilan dalam mengadili sengketa mereka. Keberatan itu misalnya terkait dengan tempat (locus) terjadinya sengketa atau domisili para pihak," demikian dilansir dari keterangan di situs Setkab, Minggu (1/3/2014).
Atas keberatan itu hakim harus memutuskan bahwa pengadilan yang bersangkutan berwenang memeriksa atau tidak atas masalah yang disengketakan. Apabila putusan hakim setuju bahwa ia tidak berwenang memeriksa sengketa, maka hakim akan menghentikan pemeriksaan. Sebaliknya apabila hakim memutuskan bahwa ia berwenang memeriksa perkara, maka ia melanjutkan memeriksa pokok perkara yang menjadi sengketa.
Putusan Arbitrer ICSID serupa dengan kemungkinan kedua yakni memutuskan bahwa mereka berwenang menangani sengketa. Oleh karenanya, proses selanjutnya adalah memeriksa pokok sengketa dengan memeriksa bukti-bukti dan mendengar pendapat para ahli.
"Jadi sama sekali belum ada kalah menang dalam sengketa tersebut, apalagi harus membayar sejumlah uang kepada pihak Churchill. Jalan menuju putusan masih panjang. Akan banyak terjadi debat dalam persidangan arbitrase itu sebelum sampai pada putusan," tulis keterangan itu.
Yang perlu dilakukan Pemerintah Indonesia saat ini adalah mempersiapkan pembelaan sebaik-baiknya agar dapat membuktikan bahwa Indonesia di pihak yang benar.
"Apa yang diyakini selama ini bahwa Indonesia akan memenangkan sengketa tersebut perlu diupayakan dalam sidang-sidang arbitrase di Singapura tersebut," jelas keterangan tersebut.
Indonesia meyakini bahwa Churchill Mining telah melakukan cara-cara berbisnis yang tidak taat hukum dan taat etis. Sekedar mengingatkan, Churchill Mining berupaya melakukan penambangan di Indonesia secara tidak sah dengan mengakuisisi perusahaan lokal (Ridlatama Group) secara diam-diam.
Berdasarkan hukum Indonesia akuisisi diam-diam tersebut dilarang. Sangat mungkin churchill berusaha mendapatkan kekayaan bumi Indonesia secara gratis dengan menghindari kewajiban-kewajiban yang ada termasuk pajak dan royalti.
(Martin Bagya Kertiyasa)