Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Srie Agustina, menyatakan bahwa pihaknya telah membuat petunjuk pelaksanaan (juklak) mengenai tata cara suatu kawasan yang diperbolehkan menjual bir. Dia menjelaskan, kawasan tersebut harus memiliki Peraturan Daerah (Perda) yang menunjukkan bahwa lokasi tersebut merupakan kawasan wisata.
"Bagi kawasan wisata seperti di Bali ada 16 kawasan yang sudah ada Perda-nya. Jadi, sama di daerah lain juga harus ada Perda yang menunjukkan bahwa lokasi itu merupakan lokasi wisata," ujar dia di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Kamis (16/4/2015).
Selain itu, lanjut Srie, pedagang-pedagang tersebut harus terkumpul dalam suatu kelompok usaha bersama berbentuk Koperasi, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) ataupun Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
"Mereka diperbolehkan menjual minuman beralkohol yang golongan A, tapi mereka harus terbentuk dalam satu wadah kelompok usaha bersama, bisa Koperasi, bisa BUMD atau BUMDes. Nah, dalam pelaksanaannya mereka bisa kerjasama dengan hotel, bar, restoran, supermarket atau hypermarket untuk pengadaan barangnya," imbuh dia.
Peraturan tersebut, tidak hanya diberlakukan untuk kawasan Bali saja. Selama dapat menunjukkan suatu Perda (Peraturan Daerah) yang menyatakan bahwa lokasi tersebut adalah kawasan wisata, maka hukum tersebut berlaku.
"Dalam satu regulasi itu sifatnya harus komprehensif. Jadi kita mengatur untuk keseluruhan. Sepanjang mereka punya Perda yang menetapkan bahwa di daerah mereka ada lokasi wisata berdasarkan Perda, maka peraturan tersebut berlaku," tuturnya.
Dia pun menambahkan, penjualan bir di lokasi wisata tetap dengan catatan hanya diperuntukkan bagi masyarakat yang berusia di atas 21 tahun. Dan akan diberlakukan untuk turis asing maupun turis lokal. "Kita kan tidak boleh diskriminatif. Tetap harus 21 tahun. Karena di Bali kebanyakan turis asing. Intinya, untuk melayani turis asing," pungkasnya.
(Martin Bagya Kertiyasa)