Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Menengok Krismon '97-98 di Kala Rupiah Terseok (2)

Rani Hardjanti , Jurnalis-Kamis, 30 Juli 2015 |06:49 WIB
Menengok Krismon '97-98 di Kala Rupiah Terseok (2)
Ilustrasi: Okezone
A
A
A

Kondisi tersebut menyebabkan nilai tukar Rupiah jatuh Rp15.000 per USD pada awal 1998. Selain itu, suku bunga deposito berjangka Rupiah melonjak hingga lebih dari 50 persen per tahun. Bahkan, SBI mencapai 70 persen pada Agustus 1998. Hal itu pada gilirannya juga mendorong inflasi hingga mencapai 77,6 persen pada 1998.

Jatuhnya nilai tukar Rupiah, peningkatan inflasi, dan kenaikan suku bunga, mengakibatkan peningkatan biaya produksi dan beban utang perusahaan. terutama yang memiliki utang dalam dolar AS.

Mereka akhirnya tidak mampu lagi membayar kewajibannya, kepada perbankan. Akibat selanjutnya, tingkat kredit bermasalah atau kredit macet meningkat hingga mencapai sekira 50 persen pada 1998.

Di saat yang sama tingkat kenaikan suku bunga simpanan yang jauh lebih tinggi dari suku bunga kredit telah menyebabkan negative spread. Hal ini memicu kerugian bank. Kerugian yang sangat signifikan ini menggerus kerugian bank. Bahkan, tidak sedikit bank yang modalnya menjadi negatif. Pada akhirnya boleh dikatakan sistem perbankan di Indonesia sudah kolaps.

"Bila kita teliti lebih jauh, krisis ini memang tidak lepas dari kondisi sektor perbankan, dan dunia usaha yang waktu itu memang sangat rapuh," ujarnya.

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement