Deregulasi perbankan pada Oktober 1988 telah mendorong pendirian bank baru. Jumlah bank meningkat secara signifikan dari 111 bank pada 1988 menjadi 240 bank pada 1994. Sebagian besar bank baru itu adalah bank kecil dengan kondisi permodalan pas-pasan dan manajemen yang sangat rapuh.
Kebergantungan dunia usaha pada bahan-bahan impor (arang modal dan bahan baku) pada waktu itu sangat besar. Utang mereka dalam bentuk valas juga sangat besar dan sebagian besar tidak dilindungi dari gejolak kurs.
Dengan kondisi seperti itu, ketika nilai tukar Rupiah merosot drastis maka efeknya kedua usaha sangat mematikan. Nilai utang dalam Rupiah meningkat tajam. Apalagi ketika penjualannya dalam Rupiah.
(Rizkie Fauzian)