"Kalau kredit kan nanti ditawari mau ikut Autocilin. Kenapa saya enggak jual individu, karena hanya Rp500 ribu per tahun, mereka beli trus saya survei, ongkos survei jauh lebih mmahal. Kalau enggak di survei, kalau motornya sudah hilang dia baru ikut asuransi gimana tuh? Kan pusing nanti," jelasnya.
Hal yang sama juga terjadi pada asuransi properti. Menurutnya, dengan tarif hanya 0,5 persen per mill, yang dapat ditarik untuk bangunan, maka pendapatan yang dihasilkan juga tidak terlalu besar.
"Karena tanah kan enggak bisa kebakar. Misal harga Rp500 juta, tanah sudah Rp200 juta, berarti bangunan Rp300 juta dengan hitungan per mill, saya cuma dapat berapa ratus ribu? Masa enggak di survei, nah kalau cuma berapa ratus ribu, ngirim survei ke situ udah tekor," tutur dia.
"Tapi kalau baru ngambil kredit ke developer, nempel itu masih worth it karena kredit kan 15 tahun, masuk dalam cicilan bulanan, simple. Saya percayakan saja ke bank, karena bank pasti ngecek, iyalah dia yang nanggung resiko," tambahnya.
Meski demikian, dia terkesan dengan literasi keuangan yang saat ini dilakukan oleh OJK. Menurutnya, dengan adanya literasi keuangan tersebut, cukup membantu menjelaskan meskipun hanya untuk dasar asuransi. "Tapi kalau untuk fitur kayak kita, ya nanti edukasi lagi, harus kita yang sampaikan. Tapi edukasi eksposurenya memang sudah banyak," jelas dia.
(Fakhri Rezy)