Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Indonesia Perlu Fokus Garap Pasar ASEAN

Koran SINDO , Jurnalis-Senin, 30 Januari 2017 |10:20 WIB
Indonesia Perlu Fokus Garap Pasar ASEAN
Foto: Koran Sindo
A
A
A

JAKARTA – Pemerintah dinilai perlu mengoptimalkan kerja sama dagang dengan negara-negara ASEAN di tengah ketidakpastian Kerja Sama Dagang Trans- Pasifik (TPP). Setelah Amerika Serikat menarik diri dari kerja sama tersebut, TPP dinilai kurang berarti.

Kerja Sama Dagang Trans- Pasifik adalah sebuah skema kerja sama perdagangan yang telah ditandatangani oleh 12 negara yakni Australia, Brunei, Kanada, Chile, Jepang, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru, Singapura, Vietnam, dan Amerika Serikat.

Namun, pada hari pertamanya sebagai presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump telah menandatangani pernyataan penarikan diri negaranya dari Kemitraan Trans-Pasifik. ”Bergabung ke TPP tanpa AS menjadi kurang menguntungkan bagi Indonesia. Pemerintah perlu lebih mempererat (kerja sama) ke ASEAN,” kata Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani di Jakarta.

Rosan menilai, selama ini kerja sama perdagangan antara AS dan Indonesia menguntungkan Indonesia dengan perolehan surplus USD7 miliar. Dia pun melihat rencana kebijakan Presiden AS Donald Trump yang protektif akan berdampak signifikan terhadap ekspor Indonesia.

”Tapi, kita tetap masih punya peluang untuk masuk ke AS. Dengan menguatnya dolar AS juga menguntungkan ekspor untuk beberapa sektor,” ucapnya.

Menurut Rosan, Indonesia memiliki berbagai kerja sama lain selain TPP sehingga perlu diperkuat ketimbang bergabung dengan TPP. Dia juga berpandangan Indonesia perlu mengoptimalkan skema kerja sama bilateral di tengah tren penguatan proteksionisme di dunia. ”Kita kan juga ada rencana memperkuat kerja sama lainnya dengan Eropa dan Australia,” sambungnya.

Mantan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu juga berpendapat, skema kerja sama perdagangan bebas multilateral semakin sulit untuk diwujudkan. Karena itu, pemerintah disebutnya perlu mengedepankan skema kerja sama bilateral. Dia juga menyangsikan skema Kerja Sama Dagang Internasional (WTO) akan efektif setelah Trump membawa AS menjadi lebih protektif.

”Kebijakan America First akan membuat AS menerapkan proteksionisme dalam perdagangan dan ini melawan citra AS sebagai pionir perdagangan bebas selama ini,” tandasnya.

Mari menilai, kebijakan Trump yang protektif terlihat dari kebijakan insentif dan disinsentif fiskal bagi perusahaan yang beroperasi serta kebijakan imigrasi yang lebih ketat. Rencana Trump dinilai Mari tidak berdasarkan data empiris karena hanya 20% pekerjaan yang ”hilang” akibat perdagangan.

Terpisah, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan juga mengatakan bahwa Indonesia harus bersiap menghadapi berubahnya situasi global saat ini, menyusul kebijakan Presiden AS Donald Trump yang disebut-sebut bisa mengubah peta perekonomian dan politik dunia.

Trump dengan prinsip proteksinya terhadap produk Amerika dinilai bisa membalikkan apa yang telah terjadi selama ini. ”Trump ini cukup fenomenal dengan inward looking-nya, memprioritaskan national interest (kepentingan nasional), bahkan sampai melanggar aturan WTO pun ia tidak peduli,” kata Luhut akhir pekan lalu.

Sementara itu, Deputi Koordinasi Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Rizal Affandi Lukman mengakui kerja sama dengan ASEAN memiliki prospek yang lebih bagus daripada TPP.

Indonesia disebutnya memiliki peluang besar di level ASEAN karena memiliki produk domestik bruto terbesar. Selain itu, lanjut Rizal, pemerintah juga akan memperkuat kerja sama alternatif dengan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang digawangi China. Pemerintah juga akan menindaklanjuti kerja sama dengan Uni Eropa dan Australia.

(Rizkie Fauzian)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement