Hal senada juga dikemukakan pengamat jaminan sosial Hotbonar Sinaga yang menilai telah terjadi disharmonisasi regulasi terkait penyelenggaraan jaminan sosial ketenagakerjaan di Indonesia.
Menurut Hotbonar, pemerintah tidak konsisten dalam melaksanakan amanat UU No40/2004 tentang SJSN dan UU No24/2011 tentang BPJS, karena menerbitkan PP No70/2015 yang memberi kewenangan PT Taspen (Persero) melaksanakan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) bagi aparatur sipil negara. ”Terbitnya PP Nomor 70/2015 tersebut telah menabrak tiga undang-undang sekaligus, yakni UU SJSN, UU BPJS, dan UU ASN,” tegasnya.
Dia menambahkan, selain menabrak tiga undang-undang, keberadaan PP Nomor 70/2015 tersebut juga bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2013. ”Berdasarkan Perpres Nomor 109 Tahun 2013, pekerja penerima upah penyelenggara negara, seperti CPNS, PNS, anggota TNI-Polri, pegawai pemerintah nonpegawai negeri, prajurit siswa TNI dan peserta didik Polri, harus didaftarkan dalam 4 program perlindungan BPJS Ketenagakerjaan,” sebut mantan Direktur Utama PT Jamsostek itu.
Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Sigit Priohutomo mengaku masukan yang diberikan pihaknya kepada pemerintah terkait aturan jaminan sosial tidak pernah digubris sehingga bisa keluar PP Nomor 70/ 2015. Seharusnya pemerintah sebelum mengeluarkan aturan juga berkoordinasi kepada DJSN.
”Kami lembaga pengawas BPJS harusnya dilibatkan untuk berbagai hal terkait jaminan sosial,” katanya.