Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Wow, Ribuan Triliun Aset WNI di Luar Negeri Belum Terungkap 

Koran SINDO , Jurnalis-Selasa, 30 Mei 2017 |14:03 WIB
Wow, Ribuan Triliun Aset WNI di Luar Negeri Belum Terungkap 
Ilustrasi: Shutterstock
A
A
A

JAKARTA – Aset warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri yang belum terungkap melalui program pengampunan pajak (tax amnesty) masih mencapai ribuan triliun. Pemerintah menilai aset-aset itu merupakan potensi pajak yang besar.

Berdasarkan data McKinsey pada 2014, aset WNI di luar Indonesia mencapai USD250 miliar atau sekira Rp3.250 triliun. Selama sembilan bulan pelaksanaan program amnesti pajak dari Juli 2016 hingga Maret 2017, total aset yang dilaporkan, baik melalui opsi deklarasi maupun repatriasi, tercatat sebesar Rp1.183 triliun.

“Artinya, diperkirakan masih ada potensi Rp2.067 triliun aset wajib pajak Indonesia yang disimpan di luar negeri yang belum diungkapkan dalam program amnesti pajak,” ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR.

Kini, pemerintah memiliki senjata berupa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Menkeu berharap legislatif dapat menyetujui perppu tersebut sebagai UU sebelum 30 Juni mengingat Indonesia sudah berkomitmen penuh untuk menerapkan Automatic Exchange of Information (AEoI) paling lambat September 2018.

Perppu tersebut, kata Menkeu, bisa menjadi solusi dari keterbatasan Direktorat Jenderal Pajak untuk mengejar praktik penghindaran pajak karena sebagian besar negara atau yurisdiksi sudah sepakat menerapkan keterbukaan akses data nasabah secara otomatis dalam lingkup antarnegara.

Dengan AEoI, Indonesia bisa mendapatkan informasi lengkap dari otoritas pajak negara-negara lain tentang keberadaan aset milik WNI di luar negeri. “Selama ini keterbatasan akses informasi keuangan memberikan kontribusi terhadap rendahnya rasio pajak di Indonesia yang cenderung menurun dalam beberapa tahun terakhir, di samping karena kondisi perekonomian yang melemah,” paparnya.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menuturkan, praktik penghindaran pajak dengan menempatkan aset di negara-negara “surga” pajak bukan hanya menjadi persoalan Indonesia, melainkan juga persoalan dunia. Data McKinsey pada 2010 menyatakan, orang-orang superkaya dunia menyembunyikan asetnya paling sedikitnya USD21 triliun atau setara kombinasi produk domestik bruto Amerika Serikat dan Jepang.

“Aset tersebut banyak disembunyikan di Swiss, Hong Kong, Singapura, Panama, Luksemburg, dan Uni Emirat Arab,” ujarnya.

Dengan implementasi AEoI, pemerintah nantinya memiliki data yang akurat tentang aset milik WNI di luar negeri. Dia juga menjamin kerahasiaan data nasabah tetap terjaga dari risiko adanya penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan di luar kepentingan perpajakan.

“Karyawan Direktorat Jenderal Pajak yang membocorkan informasi akan dikenai hukuman pidana berupa kurungan,” sambungnya.

Di tempat yang sama, anggota Komisi XI DPR Johnny G Plate menilai, hak DPR dalam hal ini sangat terbatas karena hanya bisa menyetujui atau menolak perppu yang diajukan oleh pemerintah. Namun, dia mendorong legislatif agar mengesahkan perppu itu menjadi UU karena sudah memenuhi unsur genting dan memaksa.

“Kita harus mengikutinya karena urgensinya sudah sangat genting terkait persyaratan legislasi primer dan sekunder. Kalau perppu ini tidak disahkan, Indonesia akan bermasalah,” tuturnya.

Pengamat perpajakan dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mengatakan, langkah pemerintah menerbitkan perppu sudah tepat mengingat pada akhir Juni, forum global OECD mulai melakukan penilaian terhadap kesiapan negara-negara anggota untuk menerapkan AEoI mulai tahun ini.

“Kalau revisi undang-undang kan itu tidak mungkin dari segi waktu. Yang logis memang perppu,” kata dia.

Menurut Bawono, AEoI merupakan salah satu isu yang bisa efektif menangkal praktik penghindaran pajak di samping ada upaya untuk menerapkan base erosion and profit shifting (BEPS) dengan skema keterbukaan laporan keuangan pajak badan.

Selama masih ada negara surga pajak, Indonesia akan kesulitan mengakses aset-aset wajib pajak di luar negeri. Meskipun begitu, Bawono berpendapat, keputusan untuk memarkir aset di luar negeri dilakukan bukan hanya didasarkan pada persoalan pajak semata. Dia menyebut, wajib pajak biasanya juga mengukur tingkat keamanan atau risiko ketika berinvestasi di suatu negara.

(Rizkie Fauzian)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement