JAKARTA - Pemerataan pembangunan terus diupayakan pemerintah melalui pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah Indonesia.
Dengan pemerataan infrastruktur, pemerintah berharap ada perimbangan pertumbuhan ekonomi di semua wilayah Indonesia. Saat ini pemerintah berupaya mengejar pembangunan 245 proyek strategis nasional, antara lain jalan, jembatan, pelabuhan, jalur kereta, bandara, irigasi, bendungan, proyek energi. Selain itu, ada program strategis yaitu listrik 35.000 Megawatt (MW), jaringan internet hingga Indonesia timur, serta pengembangan industri pesawat.
Untuk kepentingan itu, tentu dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Total dana yang dibutuhkan sampai dengan 2019 mencapai Rp4.700 triliun. Pada 2018 pendanaan infrastruktur diperkirakan mencapai Rp409 triliun. Angka pada 2018 naik dibanding APBN Induk 2017 senilai Rp387,3 triliun dan Rp401,1 triliun di APBN Perubahan 2017. Di sisi lain, perkembangan pasar modal Indonesia ternyata cukup menggembirakan. Secara year to date (YTD) hingga 22 September 2017, IHSG telah tumbuh 11,61%.
Capaian itu relatif lebih baik jika dibanding kan negara tetanggaseperti Thailand yang hanya tumbuh 7,60% dan Malaysia 7,88%. Dengan kondisi seperti itu, tentu pasar modal bisa menjadi alternatif memperoleh pendanaan bagi pemerintah dalam membangun proyek infrastruktur. Tentunya harus melibatkan banyak pihak, termasuk BUMN. Pemerintah sendiri bukan menyadari hal itu.
Sebagian besar utang pemerintah dalam bentuk surat utang atau Surat Berharga Negara (SBN). Sampai Agustus 2017, nilai penerbitan SBN mencapai Rp3.087,95 triliun, naik dari akhir Juli 2017 yang nilainya Rp3.045 triliun. Menurut Direktur Pembiayaan Syariah, Direktorat Pembiayaan Syariah, Direktorat Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Suminto, surat berharga yang diterbitkan pemerintah melalui pasar modal, juga dipergunakan untuk kepentingan pembangunan.
Dia mencontohkan pada 2013, dana dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) untuk infrastruktur senilai Rp800 miliar dipergunakan untuk pembangunan jalur KA Cirebon- Kroya. Pada 2015 naik menjadi Rp1,57 triliun, yang peruntukannya melanjutkan pembangunan double track Cirebon-Kroya, double track Manggarai-Jatinegara, dan double track Jatinegara-Bekasi.
Pada 2017 diperkirakan dana SBSN untuk infrastruktur mencapai Rp16,76 triliun, mulai dari pembangunan jalur KA elevated dan double track di Pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi, pembangunan jalan, hingga revitalisasi dan pengembangan asrama haji.
Ketika proyek infrastruktur tersebut selesai, tentu akan bermanfaat bagi perekonomian masyarakat. Apalagi berbagai proyek tersebut tidak hanya dipusatkan di Pulau Jawa, tetapi juga di pulau lainnya. “Tentu kami mengharapkan terjadi pemerataan perekonomian dari berbagai proyek infrastruktur yang pemerintah jalankan,” kata Suminto. Pemerataan pembangunan bertujuan agar terjadi keselarasan dan keserasian laju pertumbuhan antardaerah di Indonesia.
Selain itu, pemerataan pembangunan akan memperkuat kesatuan nasional melalui interkonektivitas perekonomian antar wilayah. Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio mengatakan, pasar modal setidaknya memiliki dua fungsi, yakni memobilisasi dana jangka panjang secara efisien serta sarana investasi efektif. “Berbagai produk baru pasar modal bisa dikembangkan. Makanya, tahun ini kami optimistis pasar modal bisa memobilisasi dana di atas Rp700 triliun,” paparnya saat ditemui di Bursa Efek Indonesia.
Sebagai sarana mobilisasi dana jangka panjang, BEI memiliki impian agar hal itu bukan hanya terjadi di Jakarta, tetapi seluruh Indonesia. Selain itu, peran ini bukan hanya pada BUMN, tetapi juga perusahaan swasta; serta tidak hanya pada perusahaan besar, tetapi juga pada usaha kecil dan menengah (UKM).
Mobilisasi dana yang dimaksud tentunya diarahkan ke hal produktif, misalkan saja diperuntukkan pada ekspansi usaha perusahaan. Ditambah lagi, ada beberapa perusahaan khususnya BUMN yang ditugaskan membangun infrastruktur di sejumlah daerah. Hal itu akan berdampak positif bagi kinerja perusahaan serta daerah yang infrastrukturnya dibangun.
Saat ini ada beberapa BUMN yang telah melakukan sekuritisasi aset di pasar modal, yakni Bank Tabungan Negara (BTN), Jasa Marga, dan terakhir anak usahaPT PLN yakni PT Indonesia Power. Sekuritisasi aset dilakukan BTN agar mendapatkan dana tambahan untuk mengurangi backlog perumahan. Sementara itu, PT Jasa Marga untuk membiayai 18 proyek jalan tol.
Adapun PT Indonesia Power untuk membangun pembangkit 2 x 1.000 Mw di Banten. “Kalau disekuritisasi, uangnya bisa dipergunakan untuk yang lain. Tentunya memberikan sumbangan yang tidak sedikit bagi perekonomian,” kata Tito. Direktur Utama Danareksa Investment Management Prihatmo Hari Mulyanto menambahkan, saat ini pasar modal juga harus menjadi pilihan bagi negara ataupun korporasi untuk memperoleh pendanaan.
“Bagi pembangunan infrastruktur tentunya diperlukan mekanisme pembiayaan yang pas,” ujarnya. Menurut Hari, mengajukan peminjaman ke bank untuk membangun infrastruktur amatlah sulit. Pasalnya, membangun infrastruktur membutuhkan dana yang tidak sedikit. Di sisi lain, bank memiliki batas maksimum kredit. Sementara jika menambah modal, diperlukan proses yang panjang karena harus melalui DPR.
Dirut PT Indonesia Power Sripeni Inten Cahyani mengaku perusahaannya baru saja menggunakan pasar modal sebagai instrumen mencari pendanaan. Sekuritisasi aset memanfaatkan aset lama, kemudian menarik rencana piutang lima tahun yang akan diperoleh untuk membangun pembangkit baru.
“Tentu nantinya akan semakin banyak pelanggan baru, mulai dari industri, bisnis, dan perorangan yang akan dilayani,” ucapnya. Dengan pembangkit baru, diharapkan bisa meningkatkan kualitas listrik yang dihasilkan di masa mendatang.
(tro)
(Rani Hardjanti)