JAKARTA - Pemerintah diingatkan agar memprioritaskan pembangunan infrastruktur yang mampu refinancing utang secara cepat, terkhusus yang didanai lewat utang. Dengan demikian, pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah tidak menjadi beban. Terlebih pendanaannya berasal dari pinjaman.
"Nah yang jadi soal adalah pemilihan proyek yang dikerjakan atau dibiayai dengan utang," kata Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati ketika ditemui di Jakarta, Kamis (23/11/2017).
Baca juga: Gencar Bangun Infrastruktur, Presiden Jokowi: Untuk Menyatukan Bangsa Kembali
Enny mengkhawatirkan keseimbangan primer (primary balance) pemerintah sudah defisit. Artinya kemampuan utang dalam memberikan stimulus terhadap perekonomian sudah sangat rendah. "Ini persoalan awal," kata Enny.
"Setelah pemerintah tambah utang lagi mestinya ini harus diprioritaskan untuk pembiayaan infrastruktur yang bisa refinancing. Supaya tidak menambah beban defisit keseimbangan primer. Dengan kata lain proyek-proyek infrastruktur pemerintah minimal bisa refinancing, tidak gali lubang tutup lubang," paparnya.
Baca juga: Butuh Rp2.414 Triliun dari Swasta, OJK Dorong Pembiayaan Infrastruktur
Oleh karenanya, dia menilai sudah saatnya pemerintah membangun infrastruktur yang mampu refinancing dalam jangka pendek. Selain itu, pemerintah juga perlu memprioritaskan pembangunan infrastruktur yang memiliki multiplier effect.
"Katakanlah misalnya kalau proyek-proyek yang dilakukan dalam jangka pendek bisa menciptakan lapangan kerja katakanlah sama-sama infrastruktur, tapi kalau infrastruktur ini banyak mempekerjakan atau perluas lapangan kerja, maka di sana akan timbulkan pendapatan untuk sumber konsumsi masyarakat sehingga ada peningkatan daya beli masyarakat," ujarnya.
Peningkatan daya beli masyarakat ini, tambah Enny, akan menciptakan peningkatan produktivitas. Jadi sektor-sektor produksi menjadi bergerak. Ketika sektor produksi bergerak maka akan meningkatkan sumber penerimaan pajak yang bisa menjadi sumber penerimaan pemerintah.
(Martin Bagya Kertiyasa)