Sri Mulyani menjelaskan, BPK menemukan praktik pemungutan yang tidak sesuai UU ini pada 2013 sebanyak 30 K/L, pada 2014 sebanyak 44 K/L, pada 2015 sebanyak 26 K/L dan pada 2016 sebanyak 48 K/L. Padahal pada 2016 sudah ada Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pun tetap masih ditemukan pemungutan yang tidak sesuai UU.
Baca Juga: Sri Mulyani: PNBP Sumbang 25% ke Kantong Negara
"Makanya kita tidak heran bahwa di dalam penyelenggaraan negara kita ini, BPK telah menemukan praktek PNBP ini menjadi temuan yang cukup signifikan sejak tahun 2013. BPK disebutkan memungut PNBP tidak sesuai ketentuan perundang-undangan dalam hal penyetoran, pungutan kurang atau tidak pungut, atau dalam menetapkan pungutan serta di dalam hal penggunaan PNBP," jelasnya.
Oleh karenanya saat ini ia menekankan semua K/L harus memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat terutama dalam pemungutan PNBP ini. Selain itu, penggunaan PNBP harus jelas dan bermanfaat bagi masyarakat agar masyarakat tahu uang yang disetorkan untuk apa.
"Ini adalah uang rakyat yang harus dikembalikan dalam bentuk pelayanan yang jelas. Kalau itu yang berhubungan dengan K/L dan kalau yang berhubungan dengan dividen adalah barang milik negara prinsipnya," tukas Sri Mulyani.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)