Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Oligarki Picu Ketimpangan dan Hambat Pertumbuhan Ekonomi Nasional

Antara , Jurnalis-Rabu, 27 Desember 2017 |16:59 WIB
Oligarki Picu Ketimpangan dan Hambat Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Ilustrasi: (Foto: Shutterstock)
A
A
A

JAKARTA - Oligarki ekonomi, atau penguasaan aset-aset kekayaan negara kepada segelintir orang atau kalangan yang dekat dengan pihak kekuasaan, sangat berbahaya karena berpotensi menghambat pertumbuhan perekonomian nasional.

"Oligarki ekonomi di Indonesia berkorelasi positif dengan ketimpangan dan disinyalir menjadi penyebab lambatnya pertumbuhan ekonomi," kata Direktur Eksekutif Megawati Institute, Arif Budimanta dalam diskusi "Bahaya Oligarki Ekonomi" yang digelar Megawati Institute di Jakarta, Rabu (27/12/2017).

Menurut Arif, oligarki ekonomi dapat menerangkan mengapa sejak reformasi yang diharapkan dapat menegakkan demokratisasi serta keadilan ekonomi, namun yang terjadi antara lain adalah fenomena meningkatnya ketimpangan, terindikasi dari meningkatnya rasio gini dalam berbagai bidang, termasuk penguasaan lahan atau tanah hingga aset keuangan.

Baca Juga: 5 Fokus Indonesia hingga 2025 Dituangkan Menko Darmin dalam Buku Kebijakan Pengembangan Vokasi

Hasilnya, ujar dia, pada saat ini kekayaan terkonsentrasi pada segelintir penduduk, bahkan sejumlah kajian juga menunjukkan bahwa 1% rumah tangga terkaya di Indonesia menguasai 45,4% dari total kekayaan negara.

Ia juga mengingatkan bahwa oligarki terjadi karena tingkat pengembalian kapital pelaku ekonomi lebih besar daripada pertumbuhan ekonomi nasional, dan ada unsur patrionalisme kapitalisme, yaitu penguasaan modal yang berbasis kepada kekuatan aset yang dimiliki sekelompok atau jaringan keluarga, dan diwarisi dari waktu ke waktu.

"Oligarki juga berasosiasi dengan pemerintah yang lebih birokratis dan lebih intervensionis, juga dengan perkembangan pasar finansial yang kurang berkembang. Penguasaan di tangan oligarki dapat merusak perkembangan institusi yang penting bagi pertumbuhan ekonomi," ucapnya.

Untuk itu, Arif merekomendasikan agar pemerintah mempercepat redistribusi aset dan akses untuk meningkatkan penguasaan aset masyarakat bawah, mempercepat pelaksanaan kebijakan dana desa, menjadikan koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional, dan perlunya fokus menjadikan UKM sebagai tulang punggung perekonomian seperti yang terjadi di Taiwan, Jerman, dan negara-negara di kawasan Skandinavia.

Baca Juga: Indonesia Target Jadi Pusat Ekonomi Digital

Sementara itu, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf menuturkan, oligarki cenderung membuat pasar terkonsentrasi yang mengakibatkan praktik monopoli dan kartel atau persekongkolan antarusaha dalam mengatur harga sehingga konsumen membayar dalam tingkat harga yang tidak wajar.

Sebelumnya, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro menegaskan penurunan kemiskinan dan ketimpangan masih akan menjadi prioritas pada 2018.

"Pemerintah akan melaksanakan strategi kebijakan yang menyasar 40% penduduk termiskin, dengan perhatian khusus pada penyediaan jaminan dan bantuan sosial tepat sasaran, pemenuhan kebutuhan dasar, dan perluasan akses usaha mikro, kecil, dan menengah," katanya pada Dialog Akhir Tahun dan Temu Media "Outlook Pembangunan 2018: Tantangan pada Tahun Politik" di Gedung Bappenas, Jakarta.

Kebijakan prioritas nasional penanggulangan kemiskinan fokus pada jaminan dan bantuan sosial tepat sasaran yang meliputi Program Keluarga Harapan (PKH) bagi 10 juta keluarga termiskin, rastra, bantuan pangan non-tunai dan bantuan pendidikan bagi 19,7 juta anak usia sekolah bagi keluarga sangat miskin, miskin dan rentan, bantuan iuran kesehatan bagi 92,4 juta penduduk miskin dan rentan (termasuk bayi baru lahir), serta subsidi energi bagi masyarakat sangat miskin, miskin dan rentan, dan perluasan kepesertaan jaminan kesehatan dan jaminan sosial ketenagakerjaan.

Untuk pemenuhan kebutuhan dasar, lanjutnya, pemerintah fokus terhadap percepatan kepemilikan identitas hukum (akta kelahiran, NIK), terfasilitasinya akses terhadap pelayanan kesehatan untuk mengurangi angka stunting, penyediaan infrastruktur dasar seperti sanitasi, air minum, jalan, dan jembatan, bantuan pembiayaan KPR swadaya, sejahtera tapak, dan satuan rumah susun, serta penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Baca Juga: Tahun Politik 2018-2019 Jadi Siklus Belanja Besar-besaran hingga Konsumsi Tinggi

Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi juga dibidik sebagai penggerak ekonomi rakyat, dengan memperhatikan aspek registrasi usaha skala mikro dan kecil, pengembangan sarana dan prasarana usaha bagi UMKM, fasilitasi sertifikasi, standardisasi, merek, dan pengemasan, juga akses UMKM untuk mendapat kredit, dan perbaikan tata kelola dan kelembagaan koperasi.

Wirausaha juga menjadi fokus pembangunan, dengan target meningkatkan partisipasi wirausaha untuk meningkatkan jumlah tenaga kerja persentase wirausaha terhadap jumlah penduduk Indonesia pada periode 2016-2017 tercatat masih sangat kecil, yakni hanya sebesar 3,1%. Menurut Bambang, kunci peningkatan dan penguatan iklim kewirausahaan adalah inovasi dan transfer teknologi serta penelitian dan pengembangan.

Sementara itu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia terus meningkat. Sesuai data Human Development Report Office of the United Nations Development Programme (UNDP), IPM Indonesia pada 2015 menempati peringkat 113 dari 188 negara.

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement