Sementara itu, Komisi IV DPRD Jabar yang membidangi infrastruktur tidak mempersoal kan rencana tersebut. Namun, mereka meminta pemerin tah pusat mau menempuh prosedur sesuai aturan yang berlaku seperti perizinan, tata ruang wilayah, dan analisis dam pak lingkungan.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Jabar Daddy Rohanadi me nandaskan, selama ini pihaknya selalu menekan swasta untuk menaati prosedur. Untuk itu, dia meminta pemerintah pusat memberi contoh yang baik.
”Kebijakan ini buat kita sifatnya given, kebijakan pusat yang tidak bisa ditolak daerah. Yang bisa menolak hanya teman-teman di DPR RI. Kami berteriak-teriak tidak akan didengar,” ungkapnya.
Selain prosedur yang harus di tempuh, Daddy juga mengingat kan pemerintah pusat agar menerapkan sistem ganti untung dalam pembebasan lahan proyek kereta cepat tersebut sehingga masyarakat pemilik lahan tidak dirugikan oleh kehadiran moda transportasi massal tersebut.
”Jadi, bereskan dulu (prosedurnya) dan terpenting masyarakat jangan ganti rugi, harus ganti untung,” tandasnya.
Luar Jawa Lebih Butuh
Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Dwi Ardian ta Kurniawan menya rankan proyek KA cepat yang akan diteruskan dari Bandung menuju Yogyakarta dan Solo dikaji mendalam, baik dari aspek, finansial, ekonomi, maupun lingkungan.
Kajian sangat penting karena proyek tersebut tentu memerlukan dana yang besar sehingga dampaknya bagi pembangunan, masyarakat, dan lingkungan harus dipertimbangkan.
Dari sisi ekonomi misalnya apa kah KA cepat bisa menghadirkan pendapatan di banding ja lur reguler dan seberapa keuntungan yang di dapatkan masyarakat dengan ada KA cepat tersebut, termasuk karena terbatasnya stasiun pemberhentian.
”Dengan kondisi ini, jelas dari aspek ekonomi bagi masyarakat, khususnya di sekitar rel, tidak akan berpengaruh banyak. Bahkan dapat dikatakan minim,” ungkap Dwi.
Terlepas dari berbagai per tim bang an, Ard ianta melihat infrastruktur untuk kebutuhan di Pulau Jawa sebenarnya sudah tidak ada masalah dan mencukupi. Justru yang mestinya harus mendapatkan perhatian yakni infrastruktur di luar Jawa sebab di luar Jawa masih membutuhkan peningkatan infrastruktur tersebut.
”Kami justru menyarankan untuk infrastruktur dengan dana yang besar lebih baik untuk dikembangkan di luar Jawa,” tandas Dwi.
Guru Besar Transportasi Ins titut Teknologi Bandung (ITB) Ofyar M Tamin melihat, jarak Jakarta-Bandung terlalu dekat. Begitu juga Bandung-Yogyakarta. Karena kedekatan jarak tersebut, keberadaan kereta supercepat dengan kecepatan rata-rata 390 kilometer per jam menjadi kurang efektif dan efisien. Selain itu, jarak pen dek juga me nyebabkan kecepatan puncak kereta tak akan ter capai.
”Jadi, KA supercepat idealnya membutuhkan jarak tem puh yang pan jang. Semakin panjang jarak semakin efek tif pemanfaatan kecepatan kereta yang mencapai 390 ki lometer per jam,” kata Ofyar.