Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

BI Dorong Bank Beli Surat Berharga Korporasi Lebih Banyak

Yohana Artha Uly , Jurnalis-Kamis, 05 April 2018 |20:39 WIB
BI Dorong Bank Beli Surat Berharga Korporasi Lebih Banyak
Bank Indonesia ubah aturan GWM (Ilustrasi: Shutterstock)
A
A
A

JAKARTA - Bank Indonesia melakukan penyempurnaan pada instrumen kebijakan makroprudensial yakni Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) yang dahulu GWM (Giro Wajib Minimum) Loan to funding ratio (LFR), serta Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) yang dulu GWM Sekunder.

Aturan instrumen ini pun berlaku bagi bank umum konvensional, bank syariah, dan unit usaha syariah (UUS). Kebijakan makroprudensial ini dimaksudkan mengurangi risiko sistemik dan mendorong stabilitas sistem keuangan.

"Kedua instrumen makroprudensial tersebut bersifat countercyclical yang dapat disesuaikan sejalan dengan siklus ekonomi dan keuangan," ujar Asisten Gubernur BI Filianingsih Hendarta di Gedung BI, Jakarta, Kamis (5/4/2018).

Baca Juga: BI Ubah Aturan GWM Rata-Rata, Jadi Lebih Longgar

Pengaturan RIM bertujuan untuk mendorong fungsi intermediasi perbankan kepada sektor riil sesuai dengan kapasitas dan target pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga prinsip kehati-hatian.

Dengan kebijakan ini perbankan pun diperbolehkan untuk membeli surat berharga lebih banyak untuk investasi. Kendati demikian bank hanya boleh memilih surat berharga dengan peringkat tertentu juga bukan diterbitkan oleh bank.

"Dengan memasukkan surat berharga kita berharap akan mendorong pendalaman pasar keuangan. Perusahaan melihat ada demand dari bank, mendorong penerbitan surat berharga. Artinya surat berharga di pasar keuangan makin banyak. Loan dulu hanya kredit skrg tambah surat berharga bank. Dulu hanya DPK sekarang kita tambahkan surat berharga diterbitkan oleh bank," paparnya.

Baca Juga: BI: Peluang Mempertahankan Suku Bunga Acuan Masih Ada

Sedangkan melalui pengaturan PLM diharapkan dapat mengatasi risiko likuiditas perbankan mengingat risiko likuiditas ini mampu mengamplifikasi risiko lain menjadi risiko sistemik.

Bila dulu bank syariah tak perlu memenuhi GWM Sekunder, kini ketika menjadi PLM, bank syariah dan UUS pun harus memenuhinya. Penyempurnaan dengan fleksibilitas di dalam PLM, membuat dalam kondisi tertentu, surat berharga dalam perhitungan PLM dapat digunakan dalam transaksi repo kepada BI dalam operasi pasar terbuka paling banyak sebesar 2% dari DPK.

Filianingsih meyakini penyempurnaan kedua instrumen ini tak akan membuat bank bergeser dari penyaluran kredit ke pembelian surat berharga.

Sebab, saat ini persentase surat berharga yang dibeli oleh bank hanya sekitar 1%  dari total kredit perbankan Rp4.600 triliun di 2017.

Baca Juga: Begini Cara Perry Warjiyo Jaga Nilai Tukar Rupiah

"Sekarang ini surat yang berharga yang dimiliki bank baru 1% dari total kredit atau Rp46 triliun. Jadi masih sangat jauh. Masih banyak ruang untuk surat berharga," jelasnya.

Dengan demikian, menurutnya ini takkan menjadi ancaman bagi bank untuk bergeser dari kredit. Dia pun menyatakan, akan melakukan pembatasan bila pembelian surat berharga sudah terlampau banyak.

"Nanti dalam perkembangannya, jika makin banyak bank yang beli surat berharga, maka akan ditetapkan pembatasan," ujar dia.

Ketentuan pemenuhan kewajiban RI dan PLM bagi bank umum konvensional akan efektif berlaku pada 16 Juli 2018. Sementara, ketentuan pemenuhan kewajiban RIM dan PLM bagi bank syariah dan UUS akan berlaku sejak  1 Oktober 2018.

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement