Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Menanti Pembangkit Listrik dari Panas Bumi

Antara , Jurnalis-Jum'at, 06 April 2018 |07:27 WIB
Menanti Pembangkit Listrik dari Panas Bumi
Ilustrasi (Foto: Okezone)
A
A
A

Sebab, jika dibor secara tidak benar maka gas dan mineral yang ada di bawah tanah berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan dan memicu terjadinya kekeringan di kawasan sekitarnya.

Atas dasar itu, World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia bersama PT Arun telah melakukan "roadmap" untuk mengembangkan energi panas bumi di Pulau Flores bersama Ditjen Energi Baru Terbarukan dari Kementerian ESDM.

"Geothermal merupakan potensi EBT terbesar di Pulau Flores yang sangat dominan karena daerah tersebut memiliki deretan gunung berapi yang menyebar dari wilayah barat hingga timur Flores. Saat ini pembangunan geothermal sedang berjalan di Ulumbu dan Mataloko," kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi NTT Boni Marisin.

Motivasi utama yang mendorong WWF Indonesia dan PT Arun Jakarta untuk membangun kerja sama tersebut guna menjadikan potensi EBT yang bersumber dari panas bumi itu sebagai ikon Pulau Flores, yakni "Flores Geothermal Iconic Island".

Kementerian ESDM pun telah menunjuk PT PLN (Persero) untuk mengembangkan Wilayah Kerja Panas Bumi (WKPB) Ulumbu dan Mataloko dengan kapasitas masing-masing 50 mega watt (MW) dan 22,5 MW.

"Untuk pengembangan panas bumi pada dua daerah itu ditargetkan akan masuk ke sistem kita di NTT pada tahun 2020," kata Marisin.

Selain potensi panas bumi di Pulau Flores, wilayah Kecamatan Atadei di Kabupaten Lembata juga memiliki potensi cadangan panas bumi sebesar 40 MW dengan luas wilayah pemanfaatan sekitar 31.000 hektare.

Mencermati potensi yang ada, pemerintah Nusa Tenggara Timur terus mendorong peningkatan investasi di bidang EBT sesuai potensi dimiliki masing-masing daerah sehingga secara bertahap kebutuhan listrik di daerah pelosok bisa terpenuhi dan rasio elektrifikasi juga akan meningkat.

"NTT punya banyak potensi EBT, seperti air, angin, arus laut, tenaga surya, dan geothermal, dan kami selalu mempromosikan potensi-potensi tersebut dalam setiap kali pertemuan forum investasi untuk menarik minat para investor untuk menanamkan modalnya di sektor EBT," katanya.

Optimisme pemerintah terhadap pengembangan EBT dari sektor sumber panas bumi di Pulau Flores itu tampaknya tidak perlu diragukan lagi, namun yang masih dirundung rindu adalah soal penetapan tarif dasar listrik yang bersumber dari panas bumi tersebut.

"Penentuan harga dasar untuk energi geothermal ini masih dalam kajian pemerintah pusat, karena EBT ini merupakan sumber listrik baru yang belum pernah diterapkan di Indonesia," kata Boni Marisin.

Tentu saja diharapkan harga jual listrik yang ditetapkan nanti tidak terlalu memberatkan investor.

Atas dasar itu, pihaknya terus mendorong pengembangan geothermal di Pulau Flores agar menjadi ikon di daerah itu seperti juga pengembangan mikrohidro sebagai ikon Pulau Sumba.

Pengembangan EBT di Pulau Flores itu diharapkan dapat menjawab kebutuhan listrik bagi masyarakat hingga berbagai daerah pelosok karena saat ini infrastruktur yang dimiliki belum memadai jika hanya mengandalakan listrik dari pembangkit PLN.

Tampaknya, sikap optimisme yang digambarkan Menteri Ignasius Jonan bahwa dalam lima tahun ke depan, Pulau Flores sudah memiliki pembangkit listrik yang bersumber dari energi panas bumi, bukanlah sebuah pernyataan yang sifatnya muluk-muluk, tetapi fakta yang sedang dinanti realisasinya oleh masyarakat Flores.

(Fakhri Rezy)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement