Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Tambang Emas Ilegal di Pedalaman Papua, Suku Korowai 'Dirampas'

Agregasi BBC Indonesia , Jurnalis-Rabu, 15 Agustus 2018 |07:43 WIB
Tambang Emas Ilegal di Pedalaman Papua, Suku Korowai 'Dirampas'
Foto: Hasil Emas dari Penambangan Ilegal di Papua (BBC Indonesia/Ones)
A
A
A

Dari Danowage, selain jalan kaki, akses menuju lokasi tambang dapat ditempuh dengan ketingting alias perahu kayu bermesin, selama delapan jam. Setelah menyusuri Sungai Deiram, perjalanan kembali dilanjutkan dengan berjalan kaki.

"Di lokasi saya melihat pendulang memiliki alkon. Saya melihat banyak emas," kata Ones.

Alkon yang disebutnya adalah mesin penyedot pasir dan kerikil berbahan bakar bensin. Penyaringan emas dalam mesin itu memerlukan merkuri, zat beracun yang telah dilarang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Merujuk tragedi Minamata di Jepang tahun 1958, penggunaan merkuri pada aktivitas penambangan dapat memicu kelainan fungsi saraf pada tubuh manusia. Tahun 2013, Indonesia meneken Konvensi Minamata yang digagas Badan Lingkungan PBB (UNEP) sebagai komitmen mengelola penggunaan merkuri.

Sejumlah tenda berbahan terpal berwarna biru dan beberapa rumah panggung didirikan para pendulang sebagai tempat tinggal sementara.

Ones dan dua rekannya menyaksikan kedatangan satu helikopter ke lokasi tambang. Ia berkata, heli itu membawa logistik seperti bensin hingga bahan makanan.

Para penambang disebutnya menukarkan emas dengan sejumlah uang ke orang-orang yang datang menumpang heli.

Menurut Trevor Johnson, setidaknya terdapat 15 juragan rutin membeli emas langsung ke tambang ilegal itu. "Mereka masing-masing memiliki helipad," ujarnya.

Sebagian besar penambang ilegal di Korowai berasal dari luar Papua, meski terdapat juga beberapa warga lokal yang turut bekerja di lokasi itu.

Namun pendulangan emas itu sama sekali tidak berdampak pada perbaikan taraf hidup Suku Korowai.

Di sepanjang hutan menuju lokasi emas, masyarakat adat tinggal di rumah panggung berbahan bambu dan kayu.

Sumber pangan mereka adalah ikan dan udang dari Sungai Deiram serta sagu dan umbi-umbian dari ladang. Tidak ada pasar atau aktivitas jual-beli di sana.

Satu-satunya sekolah yang berdiri di hutan itu dikelola Trevor dan misionaris gereja, di Kampung Danowage.

Sejak pertengahan dekade 2000-an mereka juga berinisiatif mengambil alih tugas pemerintah memberi layanan kesehatan bagi warga Korowai.

"Ada satu puskesmas tapi jauh dari Danowage, kalau jalan kaki harus satu sampai dua hari."

"Seluruh orang Korowai tidak bisa pergi ke sana, jadi banyak warga sakit dan meninggal karena tidak ada layanan kesehatan," papar Ones.

Ironisnya, menurut Trevor, walau helikopter berlalu-lalang ke lokasi tambang untuk mengangkut emas ilegal, warga Korowai yang meregang nyawa tidak pernah mendapatkan transportasi gawat darurat menuju rumah sakit.

"Banyak warga sakit yang diselamatkan penerbangan perintis Mission Aviation Fellowship. Ada juga pasien yang tinggal di rumah kami di Danowage selama beberapa hari untuk menunggu penerbangan ke luar."

"Namun terkadang kami menyaksikan beberapa umat menghembuskan nafas terakhir di rumah karena kurangnya transportasi ke rumah sakit di pesisir," tutur Trevor.

Dalam data Badan Pusat Statistik Boven Digoel, sepanjang 2016 hanya terdapat 28 dokter umum, empat dokter spesialis, dan dua dokter gigi yang melayani 64 ribu penduduk kabupaten itu, termasuk lebih dari 1.000 warga Korowai.

Usia harapan hidup di kabupaten itu pun hanya 58 tahun atau satu perenam harapan hidup masyarakat Indonesia pada umumnya.

Tambang rakyat

Dalam peta potensi logam yang diterbitkan Dinas Pertambangan dan Energi Papua, wilayah selatan provinsi itu mengandung sumber daya emas, antara lain Boven Digoel, Yahukimo, dan Pegunungan Bintang.

Namun kekayaan emas di kabupaten lainnya juga telah didulang, baik yang berizin maupun secara ilegal.

Di Nabire, penambangan tidak sah bahkan melibatkan warga dan modal asing.

Pada Juni 2018, kantor Imigrasi Tembagapura menemukan puluhan sejumlah warga asal Cina mendulang emas di pertambangan rakyat di Nabire.

Sebelumnya, masyarakat adat di daerah itu juga bersengketa dengan pemerintah lokal soal izin tambang emas untuk perusahaan privat.

Laurenzus Kadepa, anggota DPRD Papua, menuding lemahnya penegakan hukum dan patgulipat perizinan menggenjot aktivitas tambang ilegal.

"Papua adalah provinsi yang tidak punya pagar, pihak luar, oknum-oknum lembaga, bisa masuk tanpa takut pada pemilik tanah ulayat," ujarnya.

Halaman:
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement