Laurenzus juga menyindir para bupati dan wali kota yang disebutnya menutup mata terhadap tambang ilegal yang meresahkan masyarakat lokal. Padahal, kata dia, warga rutin menyuarakan penolakan mereka atas tambang tak resmi.
"Seharusnya semua masalah tidak harus dibawa ke provinsi. Pemda seperti tidak mau tahu. Pembiaran memang terjadi dari dulu, rakyat dianggap duri," kata Laurenzus.
Di sisi lain, Laurenzus juga mengakui badan legislatif daerah turut melanggengkan praktik haram terhadap sumber daya emas di Papua.
Kasus Korowai, misalnya, disebut Laurenzus telah dibahas DPRD Papua sejak awal 2018 tapi hingga kini urung dibahas secara serius.
"Masing-masing anggota dewan punya urusan, apalagi ini tahun politik. Partai mendukung calon kepala daerah tertentu, mereka ikut sibuk memenangkan kandidat."
"Tugas utama demi kemanusiaan Korowai dilupakan demi misi partai," ucapnya.
'Tidak seperti nyolong ayam'
Hingga pekan lalu kepolisian mengklaim telah memeriksa tiga saksi terkait pendulangan emas di Korowai.
Juru bicara Polda Papua, Kombes Ahmad Mustofa Kamal, menyebut pihaknya masih meneliti perizinan tambang tersebut.
"Kami menunggu data-data dari lapangan. Kasus seperti ini tidak seperti nyolong ayam, harus ada pendalaman," ujarnya.
Kepolisian belum dapat memastikan keterlibatan oknum lembaga tertentu yang dituduhkan beberapa kelompok masyarakat lokal. Begitu pula keterkaitan tambang ilegal Korowai dengan pendulangan emas tak berizin di Nabire.
"Nanti kami akan urutkan satu persatu, siapa pihak-pihak di sana, kalau ada perizinan, bagaimana keluarnya. Saat ini belum bisa dikonfirmasi karena masih tahap awal," tandas Ahmad.
(Dani Jumadil Akhir)