JAKARTA – Kebijakan Bank Indonesia (BI) yang kembali menaikan acuan suku bunga bank atau BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI7DRRR) sebsar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75% untuk meredam tekanan nilai tukar Rupiah terhadap dollar AS, rupanya memberikan dampak berarti terhadap industri di pasar modal. Pasalnya, sebagian masyarakat akan memarkirkan dananya di bank ketimbang menyimpan insutrumen investasi di pasar modal.
Hal inipun diakui Ketua Dewan Komsioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso. Dimana dirinya memperkirakan jumlah emiten yang mencari dana di lantai bursa tidak akan sebanyak tahun sebelumnya. Salah satu penyebabnya karena tren yield atau imbal hasil yang tinggi.”Tahun ini tidak sebesar tahun lalu pasti, karena yield-nya naik, otomatis orang (emiten) tidak terlalu urgent (menghimpun) dan menunggu sampai yield-nya turun," ujarnya di Jakarta.
Baca Juga : Melantai di Bursa, Saham Cottonindo Ariesta Meroket 69%
Apalagi, surat utang yang diterbitkan pemerintah saat ini memiliki yield hingga 8,25%, sehingga bagi emiten yang ingin mengeluarkan surat utang dengan yield di bawah jumlah tersebut menjadi kurang menarik, bahkan tidak laku. Sehingga, emiten cenderung menunggu tren yield turun untuk kemudian kembali menghimpun dana di pasar modal. Meskipun begitu, Wimboh optimistis tahun depan aliran dana di pasar modal bisa tancap gas. "Sebenarnya permintaannya cukup besar, karena ekonomi tumbuh dan (perusahaan) perlu banyak invetasi. Jadi, tahun depan setelah pemilu bisa tancap gas," ujarnya, seperti dikutip Harian Neraca.
Berdasarkan data OJK per September 2018, terdapat 24 emiten yang bakal melakukan penawaran umum baik itu initial public offering (IPO) maupun penawaran umum terbatas (PUT). Nilainya penawarannya diperkirakan mencapai Rp10,63 triliun dan kemungkinan bertambah di akhir tahun. "Tapi bukan berarti sampai akhir tahun segini, ini angkanya dinamis," ungkapnya.
Baca Juga : Menteri PUPR: Tol Layang Jakarta-Cikampek Sangat Ditunggu-tunggu
Sementara, sebanyak 127 emiten tercatat sudah melakukan penawaran umum hingga September 2018, dengan total dana yang berhasil dihimpun mencapai Rp137,81 triliun. Sebagai informasi, tahun lalu OJK mencatat jumlah penghimpunan dana di pasar modal sekitar Rp260 triliun. Di samping itu, Wimboh mengakui bahwa saat ini kondisi perekonomian Tanah Air tengah bergoyang karena sentimen eksternal. Beberapa penyebabnya yakni, perubahan kebijakan atau normalisasi suku bunga di global, serta penetapan tarif impor dari Amerika Serikat (AS) kepada China dan menyebabkan adanya perang dagang.