Dia menjelaskan, pembangunan sektor pendidikan di Papua tidak cukup dengan hanya melibatkan pemerintah pusat dan daerah namun juga peran swasta. Menurutnya, pemerintah sudah mendorong pembangunan sektor pendidikan, tapi seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, teknologi, dan pertumbuhan jumlah penduduk, maka tantangan yang dihadapi semakin besar.
“Jadi tidak bisa berpuas diri, apa yang dilatih harus di upgrade, baik kapasitas, kualitas, dan kuantitas tenaga pendidikan maupun sarana prasarana pendidikan,” kata Polo.
Dia menyebutkan, pada 2017 jumlah penduduk 3,5 juta dengan 361.000 penduduk usia 19-24 tahun. Kelompok usia ini merupakan usia kuliah karena Universitas Cendrawasih Jayapura hanya mampu menampung 24.000 mahasiswa dan perguruan tinggi swasta di Papua hanya bisa menampung 9.000 mahasiswa.
Karena itu, total yang bisa ditampung perguruan tinggi di Papua 30.000 mahasiswa dari 361.000 penduduk usia 19-24 tahun. “Itu berarti hanya 8%, jadi ada 92% anak-anak Papua usia kuliah tidak tahu kemana, mungkin mereka sedang kuliah di luar negeri, mungkin di luar Papua, atau bahkan sedang tidak dapat kesempatan mengenyam pendidikan tinggi. Karena berbagai kendala, keterbatasan daya tampung, batasan tenaga pendidik, sarana dan prasarana pendidikan, dan lain-lain,” ujarnya.
Saat ini pemerintah memang tengah mendorong pendidikan untuk memenuhi kebutuhan di berbagai sektor khususnya hingga tahun 2045. Sebab Indonesia juga menikmati adanya bonus demografi karena sebagian besar penduduk adalah usia produktif.
“Tahun 2045 kita merayakan 100 tahun kemerdekaan. Saat itu, anak-anak kita yang akan menyelenggarakan negara, kalau kita tidak perhatikan SDM, bukan bonus demografi yang didapat, tapi bencana demografi. Kalau kita hanya punya kuantitas yang banyak, tapi kualitas rendah, maka kita akan dikuasai bangsa lain,” ujarnya.
(Dani Jumadil Akhir)