
Dia menambahkan, yang perlu diperhatikan oleh pelaku pasar adalah faktor nonkonvensional yakni perang dagang. Jika perang dagang antara AS dan China berkembang, maka akan menjadi perang dagang global yang berdampak buruk pada pasar keuangan dunia. ”Ini yang sulit diprediksi. Tapi jika trade war mereda investor pasti akan kembali masuk dan memeprbesar investasinya di pasar," jelasnya.
Di sisi lain, dia memastikan bahwa fundamental ekonomi nasional masih cukup kuat di mana LPS memprediksi PDB pada 2018 akan berada di kisaran 5,2% dan pada 2019 sebear 5,3%. Adapun inflasi diperkirakan 3,4% pada akhir tahun depan. Sebelumnya, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Inarno Djajadi pernah bilang, tidak ada dampak memanasnya kontestasi politik terhadap indeks saham. “Masyarakat sudah mengerti indeks, mana hal yang mempengaruhi dan mana yang tidak,” tuturnya.
Baca Juga: Masih Ada 1 Anggota Bursa Belum Siap Terapkan Transaksi Saham T+2
Inarno menjelaskan, kilas balik kepada Pilpres pada tahun-tahun sebelumnya pun tak didapati koreksi pada IHSG. Sebagai contoh, pada 2004 indeks di level 1.000,23 atau tumbuh 44,56% terhadap setahun sebelumnya yang hanya di level 691,90. Selanjutnya pada2009, IHSG tercatat menguat 86,98% ke level 2.534,36 setelah pada 2008 ada di level 1.355,41. Pada tahun politik 2014, indeks saham naik 22,29% menjadi 5.226,95 dari tahun sebelumnya 4.274,18.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)