JAKARTA- Presiden Joko Widodo mengatakan, kerugian yang disebabkan oleh kemacetan di Jabodetabek per tahun mencapai Rp65 triliun.
Pria yang akrab disapa Jokowi ini menilai, jika angka kerugian tersebut dialokasikan sebagai modal pembangunan, maka dapat digunakan untuk membangun moda transportasi alternatif di Jabodetabek.
Terlebih jika kerugian tersebut terakumulasi dalam waktu setidaknya lima tahun. “Ini kalau kita jadikan barang, sudah jadi LRT, MRT. Dalam waktu lima tahun sudah jadi barang,” ujarnya, dikutip dari Antara News, Selasa (8/1/2019).
Baca Juga: Fakta-Fakta Pentingnya Pembangunan Jalur Puncak II
Berikut fakta-fakta kerugian sebesar Rp65 triliun yang disebabkan oleh kemacetan di Jabodetabek per tahun yang dirangkum dari Antara News:
1. Jokowi Nilai Kerugian Tersebut Tak Bisa Dibiarkan
Seperti yang diketahui, dampak kemacetan yang terjadi di Jabodetabek menimbulkan kerugian sebesar Rp65 triliun. Angka tersebut merupakan hitungan dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang diterima oleh Jokowi.
“Saya hanya membayangkan, hitungan Bappenas yang saya terima. Setiap tahun kita ini kehilangan kurang lebih Rp65 triliun karena kemacetan per tahun di jabodetabek,” ujarnya.
Dia menekankan bahwa hal tersebut ke depannya tidak bisa dibiarkan. “Tidak mungkin hal seperti ini kita teruskan. Kita harus berani memulai, merancang agar semuanya itu bisa segera selesai sehingga yang Rp65 triliun bisa jadi barang. Bukan jadi asap yang memenuhi kota,” pungkasnya.
2. Tingkatkan Pengoperasian Transportasi Publik
Presiden Joko Widodo meminta agar seluruh transportasi di wilayah Jabodetabek terpadu serta terintegrasi. Dia juga berharap agar pengelolaan berbagai moda transportasi massal harus dilakukan dengan baik.
Baca Juga: Pelebaran Jalur Puncak Ditargetkan Selesai Tahun Depan
“Karena saya lihat sekarang ini, memang sebagai contoh urusan jalan saja. Jalan ada yang dimiliki PU, DKI, Banten, Jabar yang semuanya itu kadang-kadang pengelolaannya tidak terpadu, terintegrasi dan yang terjadi, misalnya, yang terkait dengan pemeliharaan juga sering banyak yang saling menunggu,” jelasnya.
Dengan kehadiran transportasi massal yang disediakan pemerintah, jumlah kendaraan pribadi bisa berkurang. “Mestinya, nantinya kalau MRT (dan), LRT jadi, kereta bandara sudah siap, Transjakarta ada, betul-betul masyarakat kita dorong untuk masuk ke transportasi massal yang kita siapkan sehingga mobil-mobil yang ada di jalan bisa berkurang secara besar-besaran,” ungkapnya.
3. TOD Jadi Solusi Peningkatan Akses ke Angkutan Umum
Salah satu strategi peningkatan akses terhadap transportasi publik, yaitu melalui pengembangan Transit oriented Development (TOD). “Dan, ya salah satunya dengan strategi peningkatan akses terhadap angkutan umum mulai pengembangan TOD yang ada,” katanya.
Pasalnya, Jokowi mengatakan, pengelolaan TOD selama berpuluh-puluh tahun tidak mengalami kemajuan.
“Ini juga berpuluh tahun tidak bisa begerak karena sama, pengelolaannya ada di beberapa temapt. Ada di Pemprov DKI, Kementerian BUMN, kementerian lain atau ada di lain, di Jabar, Banten sehingga keterpaduan antara transportasi perkotaan dengan tata ruang harus kita rancang dan kita hitung,” pungkasnya.
(Feby Novalius)