Pergeseran Pola Belanja
Sekjen Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Solihin menilai, segmentasi dari jenis ritel memang mem buat perbedaan pandangan. Banyak jenis ritel di kelas menengah bawah yang tumbang, antara lain di sektor fashion dan elektronik. Faktor perdagangan online menjadi pemicunya.
“Produk-produk murah dan sejenis modelnya sudah banyak di toko online sehingga masyarakat mencari yang lebih mudah. Begitu pun dengan elektronik, daripada jauh dan repot bawa, lebih baik yang diantar langsung ke rumah,” ujar Solihin.
Pola belanja masyarakat menurut Solihin kini cenderung telah bergeser. Terlebih selektivitas masyarakat dalam menggunakan uang sudah meningkat. “Mereka tahu mana yang kebutuhan mendesak dan yang bisa dibeli lain waktu. Jadi bukan daya beli masyarakat yang turun,” tuturnya.
Menurutnya daya beli masyarakat masih besar. Upah minimum yang terus meningkat membuat potensi daya beli naik serta inflasi yang lebih kecil sehingga industri ritel masih punya peluang besar.
Solihin mengharapkan pemerintah dapat mendukung penambahan omzet perusahaan ritel dengan cara penambahan gerai. Dia mengungkapkan, bantuan kemudahan perizinan masih menjadi harapan sejak lama.
Meskipun kini sudah tersedia online single submission (OSS) atau pelayanan terpadu satu pintu dari pemerintah pusat, kenyataannya di daerah masih kurang implementasinya. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Tjahja Widayanti mengatakan, soal kewenangan perizinan yang dahulu dilimpahkan ke pemerintah daerah menjadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perizinan atau melalui OSS.
Dukungan Kemendag untuk ritel adalah dengan mengeluarkan Permendag Nomor 77/2018. “Dalam permendag ini terdapat penyederhanaan dokumen persyaratan perizinan bidang usaha toko swalayan dan pusat perbelanjaan dari semula tujuh dokumen menjadi empat dokumen,” jelasnya.
Kementerian Perdagangan menurutnya ikut membantu pengembangan ritel dengan menurunkan batasan luas lantai penjualan department store.Semula ditetapkan minimal 400 meter persegi, kini diubah menjadi 200 meter persegi.
Adapun bagi perkulakan semula memiliki batas minimal 5.000 meter persegi, kini menjadi 2.000 meter persegi. Tjahja menilai hal ini bertujuan memberikan banyak pilihan luas lantai penjualan bagi pelaku usaha PMDN di Indonesia yang ingin membuka usaha di bidang toko swalayan sesuai dengan kemampuan modalnya.
“Kami juga telah menginisiasi penyusunan Standar Kerja Kompetensi Nasional Indonesia (SKKNI) di bidang ritel untuk mendukung kompetensi SDM peritel sehingga ritel di Indonesia semakin berkualitas,” ungkapnya.
Dukungan pemerintah sudah dirasakan para peritel untuk membantu usaha mereka. Namun tentu inovasi tetap harus dijalankan setiap perusahaan. Salah satunya dengan masuk ke pasar online seperti yang dilakukan Alfamart.