Indonesia masuk dalam lima besar importir produk halal dunia bersama Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Malaysia, dan Mesir. Pada 2017 Indonesia mengimpor sekitar USD19,5 miliar produk-produk halal dari negara lain.
”Bagaimana selanjutnya mendorong produk domestik untuk mengganti produk-produk impor yaitu dengan meningkatkan produksi makanan, fashion, kosmetik, farmasi, dan media rekreasi,” kata dia. Dia mengatakan, halal lifestyle banyak dikaitkan agama, padahal pada dasarnya tidak.
Gaya hidup halal menjadi pedoman dengan kualitas hidup menyehatkan dan aman bagi semua orang. Di sisi lain, mantan menteri pariwisata dan ekonomi kreatif ini mengatakan, gelaran Pesta Wirausaha 2019 menjadi kesempatan menyuarakan peningkatan kesadaran terhadap produk-produk halal.
Kegiatan yang digelar pada 25- 27 Januari 2019 di Ecovention Ancol, Jakarta diikuti lebih dari 500.000 anggota komunitas Tangan Di Atas (TDA) dan 12.000 anggota terdaftar dan aktif dalam berbagai kegiatan.
Pesta wirausaha 2019 bertema Kolaboraksi ini juga menghadirkan pembicara inspiratif, panggung expo, panggung kuliner, pemateri digital, 1000 mentor and coaching clinic, 250 both pameran, dan lebih dari 3.500 peserta.
Acara ini juga dimeriahkan dengan Meet The Investor, EntreprenurRun, dan 1000 coaching. Pihaknya berharap penyelenggaraan acara ini dapat menumbuhkan kesadaran terhadap industri halal.
”Kita ingin semakin tumbuh kesadaran tidak hanya patuh terhadap agama, tapi juga menjadikan peluang bisnis dari bagian hidup sehari-hari,” ucapnya.
Pada kesempatan yang sama, CEO Kayuh Wooden Bike Didi Diarsa mengatakan, untuk menciptakan usaha rintisan baru ataustartup kuncinya adalah membaca dan menganalisis data. Hal ini penting untuk mengetahui tren atau kebutuhan pasar.
”Gunakan big data, jangan hanya berdasarkan asumsi. Asumsi itu membunuh,” tukasnya.
CEO Foodizz Andrew Sinaga menambahkan, memulai bisnis harus siap untuk jatuh-bangun, bahkan bangkrut. Data menyebutkan, 90% orang yang berbisnis kuliner di Indonesia mengalami kebangkrutan dan 99% gagal melakukan ekspansi atau membuka outlet kulinernya menjadi lebih dari satu.
”Akar masalahnya bukan modal yang kurang, tapi pengetahuan dan jejaring,” tandasnya. (Nanang Wijayanto/Inda)
(Dani Jumadil Akhir)