LONDON - Pernah minum kopi seharga Rp90.000 per cangkir? Jika belum, datanglah ke Doha, Qatar. Di sana harga secangkir kopi memang tidak murah. Perlu merogoh kocek agak dalam jika ingin menikmatinya.
Survei yang dilakukan perusahaan keuangan UBS baru-baru ini menyebutkan, Doha menjadi kota termahal di dunia untuk urusan kopi. Mahalnya harga kopi di ibu kota Qatar itu sejalan dengan biaya hidup di kota itu yang lebih tinggi 20-30% dari rata-rata biaya hidup di kota-kota lain di Uni Emirat Arab (UEA). Dalam survei UBS, Doha berada di urutan kota dengan harga kopi termahal, yakni USD6,4 per cangkir (Rp90.000, kurs Rp14.000 perdolar AS). Kota-kota lainnya yang menawarkan harga kopi termahal adalah Kopenhagen (USD6,24 per cangkir) dan Dubai (US D5,7 per cangkir).
Sementara harga rata-rata secangkir kopi di Jakarta, menurut survei tersebut, sebesar USD4,1. Selain menyajikan data kopi termahal, UBS juga merilis kota-kota dengan harga kopi termurah di dunia. Lagos menjadi kota dengan harga kopi termurah dengan banderol secangkir kopi hanya USD0,62 (Rp8.700).
Baca Juga: Mendag Pastikan Produk Olahan Kopi Indonesia ke Filipina Tidak Terhambat Lagi
“Riset menemukan bahwa kopi latte atau cappuccino di salah satu kafe di Kopenhagen dijual senilai USD6,24. Itu dua kali lipat harga secangkir kopi di New York yang harganya rata-rata USD3,12,” ungkap laporan UBS baru-baru ini. Di beberapa kota di dunia lainnya, harga secangkir kopi bervariasi. Misalnya saja di Zurich USD4,98 per cangkir, Moskow USD4,31, Beijing USD4,42, Istanbul USD1,41, Kairo USD1,36, Shanghai USD4,60, Mumbai USD1,06, Dubai USD5,70, Sao Paulo USD1,50, dan Johannesburg USD1,49.
Menurut UBS, saat ini lebih dari 70 negara menanam kopi. Brasil, Vietnam, Kolombia, Indonesia, Honduras, dan Ethiopia menyumbang sekitar setengah dari produksi global kopi dan Uni Eropa merupakan setengah konsumsi global untuk kopi. Khusus Indonesia, berdasarkan data Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI), setiap tahunnya produksi kopi dalam negeri mencapai 630.000 ton lebih. Dari jumlah tersebut sekitar 70%nya diekspor. Data Badan Pusat Statistik (BPS) bahkan menyebutkan, pada 2017 ekspor kopi nasional mencapai 464.000 ton. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam keterangan tertulisnya menyatakan, akan terus mendorong diversifikasi produk industri untuk mengisi pasar ekspor.
Dia melihat industri semakin agresif untuk membuka akses pasar baru dan meningkatkan nilai ekspornya. “Ini seiring komitmen pemerintah menciptakan iklim usaha yang kondusif dan memberikan kemudahan perizinan termasuk prosedur ekspor,” tuturnya. Di kancah global, data Kementerian Perindustrian menyebutkan ekspor produk kopi olahan nasional terus meningkat setiap tahun nya. Pada 2016, ekspornya mencapai 145.000 ton atau senilai USD428 juta, kemudian meningkat hingga 178.000 ton atau senilai USD487 juta di tahun 2017. Pada 2018, terjadi lonjakan peningkatan ekspor hingga 21,49% atau sebanyak 216.000 ton dengan peningkatan nilai 19,01% atau mencapai USD580 juta.
Ekspor tersebut didominasi oleh kopi olahan berbentuk instan sebesar 87,9% dan sisanya berbasis ekstrak dan essence. Tujuan ekspor utama industri pengolahan kopi nasional, antara lain Filipina, Malaysia, Iran, China dan Uni Emirat Arab. Airlangga juga menyebutkan, Indonesia merupakan negara penghasil biji kopi terbesar keempat di dunia setelah Brasil, Vietnam, dan Kolombia. Hal ini menjadi potensi pengembangan industri pengolahan kopi di dalam negeri. “Produksi kopi kita sebesar 639.000 ton pada 2017 atau 8% dari produksi kopi dunia dengan komposisi 72,84% merupakan kopi jenis robusta dan 27,16%$ kopi jenis arabika,” ujarnya.
Pada 2017, tercatat ada 101 perusahaan kopi olahan yang meliputi skala besar dan sedang dengan jumlah penyerapan tenaga kerja sebanyak 24 ribu orang dan total kapasitas produksi lebih dari 260.000 ton per tahun. Besarnya potensi pasar kopi global harus bisa dimanfaatkan produsen kopi seperti Indonesia. Apalagi saat ini mengonsumsi kopi bukan lagi sekadar kebutuhan, tetapi sudah menjadi gaya hidup. Wakil Ketua Specialty Cof fee Association of Indonesia (SCAI) Daroe Handojo mengatakan bahwa selain ekspor, potensi pasar kopi di dalam negeri juga tinggi.