Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Kebutuhan Impor AS USD96 Miliar, Presiden: Kenapa Ekspor Funitur Kita Malah Turun?

Adhyasta Dirgantara , Jurnalis-Rabu, 11 September 2019 |11:09 WIB
Kebutuhan Impor AS USD96 Miliar, Presiden: Kenapa Ekspor Funitur Kita Malah Turun?
Produk Industri Mebel RI (Foto: Okezone.com)
A
A
A

JAKARTA - Ekspor mebel dan furniture di Indonesia terpantau turun. Padahal, saat ini pasar di Amerika Serikat sedang terbuka karena perang dagang dengan China, menjadi peluang Indonesia karena tidak dikenakan bea masuk.

“Kebutuhan impor (furniture) Amerika setahun untuk mebel itu kira-kira USD96 miliar. Nah, pertanyaannya adalah kenapa ekspor furniture kita, total tapi ini ya, malah turun, sedikit. Enggak banyak tapi turun,” kata Menko Perekonomian Darmin Nasution usai mengikuti Rapat Terbatas tentang Peningkatan Ekspor Permebelan, Rotan dan Kayu, di Istana Merdeka, Jakarta, dikutip dari Setkab, Rabu (11/9/2019).

Baca Juga: Ekspor Produk Kayu Turun Imbas Perang Dagang, Darmin: Kita Belum Manfaatkan Pasar AS yang Besar

Selanjutnya, dalam rapat terbatas tersebut, Menko Darmin sebenarnya ingin membahas mengenai bagaimana meningkatkan dan mempercepat ekspor kayu, produk kayu, mebel, serta rotan. Namun, para pengusaha meminta waktu agar bisa menyampaikannya secara tertulis. Hal ini disebabkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) memintanya secara spesifik.

“Berarti belum siap ininya, karena presiden nanyanya agak spesifik, apa izinnya yang dipersoalkan. Kalau mulai ditanya spesifik mungkin dia perlu tertulis dulu,” terang Darmin.

Limbah Mebel Ini Diekspor Hingga ke Singapura

Selain itu, para pengusaha juga mengeluh soal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Mereka mengatakan kalau kayu log memiliki PPN sebesar 10% dan meminta untuk dikurangkan.

“Kalau itu tadi Menteri Perindustrian mengatakan, sedang dibahas dengan Kementerian Keuangan untuk menolkannya,” lanjut Darmin.

Baca Juga: Upaya Jadikan RI Leader Industri Mebel di ASEAN

Lebih lanjut, untuk SVLK, sebenarnya SVLK tidak selalu harus diurus. Pasalnya, mengurus SVLK cukup mahal, kisaran Rp20-30 juta. Tidak hanya itu, beberapa negara target ekspor Indonesia juga sebenarnya sedikit yang mewajibkan SVLK.

“Mereka juga menyadari bahwa itu sudah disetujui pemerintah dengan Uni Eropa. Nah, yang mereka sampaikan lebih banyak begini kalau mengenai SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu), ya kalau ke negara yang tidak wajib SVLK enggak usah lah kita harus mengurus SVLK, gitu. Karena di aturan Menteri Perdagangannya itu kena semua. Pokoknya produk kayu kena,” tutur Darmin.

Halaman:
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement