Untuk minuman berpemanis seperti teh kemasan, tarif cukai yang akan dikenakan sebesar Rp1.500 per liter. Sementara produk minuman berkarbonasi atau soda dan kopi konsentrat mencapai Rp2.500 per liter.
Penerapan cukai ini pun hanya ditujukan kepada pabrikan dan importir. Sementara usaha kecil menengah atau rumahan, akan dikecualikan.
Dalam hitungan Sri Mulyani, jika usulan itu dikabulkan, maka potensi penerimaan negara bisa mencapai Rp6,25 triliun.
DPR dan Kementerian Kesehatan mendukung
Anggota Komisi XI DPR, Hendrawan Supratikno, mengatakan mayoritas anggota komisi mendukung usulan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengenakan cukai pada minuman berpemanis dan soda.
Sebab kebijakan cukai di Indonesia masih sangat kecil dan hanya menyasar tiga objek yakni produk tembakau, minuman alkohol, dan etanol. Sementara di negara-negara lain ada belasan produk yang dikenakan cukai.
"Itu sebabnya sudah saatnya Indonesia gunakan cukai sebagai sumber penerimaan negara dan mengendalikan konsumsi."
Namun begitu, Kementerian Keuangan harus menjabarkan lebih mendalam alasan pengenaan cukai terhadap objek yang disasar. Ini karena dalam rapat kerja bersama yang berlangsung pada Rabu (19/02) Menteri Sri Mulyani hanya menjelaskan secara umum.
"Dikatakan diabetes sebagai salah satu penyakit pembunuh, tapi belum detail. Jadi kita butuh informasi yang lebih detail. Misalnya industri yang menggunakan minuman berpemanis berapa banyak, berapa besarannya, kalau dikenakan sekian persen berapa potensi penerimaan negara."
"Prinsipnya setuju tapi kajian masing-masing objek dibutuhkan."
Sejalan dengan Komisi XI DPR, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular di Kementerian Kesehatan, Cut Putri Arianie, mengatakan penerapan cukai merupakan "hal bagus karena diharapkan akan terjadi pengendalian faktor risiko obesitas dan diabetes melitus".
"Di beberapa negara ASEAN sudah menerapkan cukai tersebut. Jadi bagus," katanya.