BANTEN - Keputusan Gubernur Wahidin Halim (WH) memindahkan Rekening Kas Umum Daerah RKUD dari Bank Banten ke BJB tanpa berkonsultasi terlebih dulu dengan DPRD, langsung menuai kritik pedas dari para anggota DPRD Provinsi Banten.
Para anggota legislatif menuding kebijakan gubernur sebagai langkah yang tergesa-gesa bahkan brutal karena berakibat fatal terhadap keberlangsungan Bank Banten sebagai Bank Pembangunan Daerah.
Baca Juga: Tokoh Banten : Berubah Jadi Bank Syariah diharapkan Mampu Selamatkan Bank Banten
Pernyataan tersebut seperti disampaikan Efu Saefullah dari Fraksi PKB. “Kebijakan Pak Gubernur WH teralu brutal, hanya karena pada saat itu BB gagal kliring, padahal keesokan harinya kliring sudah bisa dilakukan. Lagian dalam dunia perbankan, gagal kliring itu biasa,” kata Efu dari Fraksi PKB.
Gubernur Wahidin Halim mengalihkan rekening kas daerah ke BJB setelah sebelumnya, Selasa (17/04) Bank Banten gagal menyediakan dana yang diminta Pemprov. Semula dana tersebut direncanakan Pemprov untuk bagi hasil dengan kabupaten/ kota senilai Rp181 miliar dan dana untuk safety net jaring pengaman bagi masyarakat yang terdampak Covid-19 senilai Rp709.217.700.000.
Menurut Efu, keputusan gubernur tersebut seolah-olah ia hanya sebagai nasabah biasa, padahal gubernur (pemerintah provinsi) adalah PSPT yang berkewajiban menyelamatkan Bank Banten bukan justru sebaliknya, mematikan.
“Gubernur juga sering diingatkan bahkan dipanggil OJK terkait kondisi Bank Banten yang Capital adequacy ratio CAR-nya selalu menurun, namun tidak ada itikad baik untuk menyehatkan sehingga dibiarkan bank ini tenggelam dengan sendirinya,” ungkapnya prihatin. Lontaran tidak jauh berbeda disampaikan Ade Hidayat, Wakil Ketua Komisi III DPRD Provinsi Banten. “Langkah yang tergesa-gesa dan tidak konsultasi terlebih dahulu dengan DPRD. Kita juga pertanyaan, jika tujuannya menyelamatkan uang rakyat, saya pikir tidak tepat karena Bank Banten atas RPJMD ada penyertaan modal,” kata Ade.