“Kami sampai pada kesimpulan bahwa pelaksanaan mudik dengan pembatasan yang pemeriksaan dokumennya dilaksanakan langsung di bandara adalah sebagai mission impossible bagi para operator di lapangan,” ujar Teguh.
Ombudsman mengkhawatirkan hal tersebut juga akan terjadi di stasiun kereta untuk para calon penumpang kereta luar biasa dan terminal-terminal. “Bandara yang proses pemeriksaannya jauh lebih baik dan ketat di banding stasiun dan terminal saja tidak mampu melakukan verifikasi keabsahan dokumen, apalagi di stasiun dan terminal,” ujarnya.
Permasalahan tersebut sebenarnya telah diwanti-wanti sejak dari awal oleh Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Alvin Lie. Sejak dari awal, Alvin mengingatkan bahwa potensi Maladminitrasi dalam pelaksanaan Permenhub 25/2020 di Bandara dapat memicu kekacauan.
“Lemahnya pengawasan dan koordinasi oleh Otorita Bandara dengan AirNav Indonesia (pengaturan Slot), PT. Angkasa Pura II (pengaturan fasilitas, SDM, dan alur antrean), airlines (jumlah penumpang dan jadwal pemberangkatan), KKP (verifikasi kesehatan), serta Gugus Tugas (verifikasi persyaratan administrasi) akan berdampak pada kekacauan saat pelaksaannya nanti,” papar Alvin.
Penyebab lain yang telah diingatkan Alvin Lie yaitu buruknya proses perencanaan penyelengaraan pelayanan tersebut. “Pemerintah tidak menyiapakan sistem layanan yang sudah melaui proses quality assurance yang memadai seperti simulasi dan evaluasi dari hasil simulasi tersebut,” lanjut Alvin lagi.
Untuk itu, Ombudsman Jakarta Raya sebagai lembaga pengawas pelayanan publik di Jakarta dan wilayah penyangga memberikan saran korektif kepada para pihak termasuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. “Benar bahwa kebijakan ini merupakan kebijakan di tingkat pusat, tapi dampak kebijakan tersebut berpengaruh terhadap layanan publik di wilayah pengawasan kami,” terang Teguh.
(Feby Novalius)