Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Pengusaha Berharap OJK Lebih Sensitif di Tengah Kondisi Covid-19

Taufik Fajar , Jurnalis-Senin, 06 Juli 2020 |16:24 WIB
Pengusaha Berharap OJK Lebih Sensitif di Tengah Kondisi Covid-19
OJK (Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Pemerintah sedang mempertimbangkan mengeluarkan dekrit darurat untuk mengembalikan regulasi pengawasan perbankan kembali ke Bank Indonesia (BI). Di mana, saat ini tugas tersebut merupakan fungsi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Terkait hal itu, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Good Corporate Governance (GCG) dan Corporate Social Responsibility (CSR), Suryani Motik mengatakan, dirinya mendapat banyak sekali keluhan mengenai OJK, seperti lambat dalam persetujuan penambahan modal. Lambatnya persetujuan Pergantian direksi yang bisa 6-8 bulan lamanya.

 Baca juga; Pengawasan Bank Akan Kembali ke BI, Internal OJK Harus Dirombak?

"Kemudian sering mengeluarkan surat edaran yang biasanya belum diterapkan tapi sudah muncul lagi yang baru. Fasilitas dan gaji yang mereka dapatkan bagai hotel bintang 5, tapi layanan yang diberikan bak hotel melati tanpa bintang," ujar dia dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/7/2020).

Menurutnya, OJK melaksanakan fungsi pengawasannya dengan baik, tidak mungkin terjadi banyak keluhan dan kasus. Selain itu, OJK kurang pro terhadap prospek industri keuangan di Indonesia.

 Baca juga: Isu Pengawasan Bank Dikembalikan ke BI dari OJK, Ternyata Begini Reaksi Kemenkeu

"Kalau fungsi pengawasan jalan, Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera harusnya sudah selesai dan kasus Jiwasraya tidak terjadi. OJK juga kami nilai kurang proaktif mengatur industri keuangan berbadan hukum seperti Koperasi Simpan Pinjam, padahal omzetnya triliunan. Belum lagi dalam penertiban fintech," ungkap dia.

Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Anggawira menyebut bahwa dalam kondisi pandemi seperti ini memang kondisi bisnis jasa keuangan menghadapi situasi yang sulit.

 Baca juga: Dana Negara Rp30 Triliun di Himbara, Pengusaha: Hanya untuk UMKM?

"Kami melihat perlu adanya sense of crisis dari OJK, mengenai wacana yang muncul perlu ditanggapi secara seksama dan perlu kehati-hatian jangan sampai juga melahirkan masalah baru, namun saya juga menilai OJK perlu lebih berhati-hati dan mementingkan kepentingan nasional dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang ada," kata dia.

Awalnya kegiatan pengawasan perbankan nasional kan memang wewenang milik Bank Indonesia, kemudian baru diambil alih OJK setelah dikeluarkan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK.

OJK sendiri saat ini masih fokus dalam tugas restrukturisasi kredit dan pemulihan ekonomi nasional. Bersama dengan pemerintah (Kementerian Keuangan), Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam dalam ruang Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), OJK turut serta dalam kebijakan stimulus perekonomian nasional untuk menangani dampak COVID-19.

"Di situasi sulit saat ini kami rasa beberapa kebijakan OJK malah membuat menjadi agak kompleks. Seharusnya OJK dapat bertindak lebih sensitif, Apalagi biaya operasionalnya sendiri mengutip dari setoran lembaga keuangan yang mayoritas sedang mengalami krisis," pungkas dia.

(Fakhri Rezy)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement