Banyak bisnis terpaksa memberhentikan staf atau mengenakan cuti tanpa gaji; kesenjangan nilai tukar mata uang Lebanon pada pasar resmi dan pasar gelap melebar; dan bank memperketat kontrol modal.
Ketika harga membubung tinggi, banyak keluarga bahkan tidak mampu membeli kebutuhan pokok.
Kesulitan ekonomi yang meningkat memicu kerusuhan baru.
Pada bulan April seorang pemuda ditembak mati oleh tentara dalam demonstrasi di Tripoli dan beberapa bank dibakar.
Sementara itu, pemerintah akhirnya menyetujui rencana pemulihan yang diharapkan akan mengakhiri krisis ekonomi dan mendapatkan bantuan dari Dana Moneter Internasional (IMF) untuk paket dana talangan senilai US$10 miliar, atau sekitar Rp146 triliun.
Pada saat pembatasan mulai dicabut pada bulan Mei, harga beberapa bahan makanan naik dua kali lipat dan perdana menteri memperingatkan bahwa Lebanon berada dalam risiko "krisis pangan besar".
"Banyak orang Lebanon telah berhenti membeli daging, buah-buahan, dan sayuran, dan mungkin akan sulit untuk membeli roti," tulisnya di Washington Post.
(Dani Jumadil Akhir)