JAKARTA - Membuka bisnis jam tangan tentu sudah biasa. Tapi yang satu ini beda, karena material yang digunakan untuk produknya sangat unik, seperti semen hingga batu alam untuk sebuah jam tangan.
Founder Brand Jam Tangan Lakanua Restu Irwansyah Setiawan mengatakan, membuat jam tangan dengan material unik ada banyak kendala. Pertama, dari sisi teknis pembuatannya.
Saat pertama kali membuat jam tangan dengan bahan semen, sempat beberapa kali mengalami kerusakan produk. Sebab, ada beberapa kesalahan dalam campuran bahan bakunya.
Baca Juga:Â Dari Tugas Kuliah, Pria Ini Justru Geluti Bisnis Jam dari Kayu hingga Semen
"Kalau kendala teknis sebetulnya banyak banget waktu itu pas pertama-pertama itu jam kita itu permasalahanya mengelupas jadi rusak. Karena waktu itu kita masih pakai campurannya biasa saja seperti semen, air, coran. Seperti itulah. Ternyata air itu sendirilah yang membuat semen bermasalah, jam menjadi enggak kuat dalam satu minggu pecah, dalam pengeringan pecah," ujarnya saat dihubungi Okezone, Selasa (25/8/2020).
Kemudian dalam menemukan ramuan yang tepat membutuhkan waktu cukup lama. Di mana setelah beberapa kali percobaan, akhirnya menemukan resepyang tepat. Barulah jam bisa dijual ke pasaran.
"Sampai akhirnya kita ketemu ramuannya. Itupun sebenarnya cukup lama satu sampai dua tahunan dalam mencari formula yang tepat hingga sampai saat ini. Jadi teknisnya sebenarnya pertama itu dari campuran semen itu pas dibikin kecil itu susah, memang resepnya tadi yang menjadi susah," jelasnya.
Tak hanya dari pembuatannya saja, soal penjualannya bukan pekerjaan mudah. Karena orang-orang masih belum mengetahui mengenai soal produk jam tangan ini.
"Sebenarnya perjuangannya panjang ini cukup lama dua tahun sampai tiga tahunan. Karena memang orang itu enggak ada rasa trust-nya apalagi brand baru, material baru, itu pun kepercayaannya enggak ada," jelas Restu.
Baca Juga:Â Inspiratif, Penyandang Disabilitas Buat Berbagai Kerajinan Bahan Bambu
Restu menambahkan, untuk membangun kepercayaan pelanggan untuk membeli produk ini butuh waktu dua hingga tiga tahun. Setelah itu, barulah mulai terlihat pasarnya karena mulai banyak yang membeli produknya.
"Membangunnya dua sampai tiga tahun mungkin orang-orang itu enggak mau mencoba. Hanya satu dua pembeli. Kan kalau sekarang pembelian sudah terpola. Berbeda dengan waktu awal, itu kayak enggak jalan saja," jelasnya.