JAKARTA - Energi baru terbarukan (EBT) dapat menjadi salah satu strategi dalam mendorong pemulihan roda perekonomian nasional pasca pandemi Covid-19. Selain mendorong terciptanya pertumbuhan energi yang berketahanan dan berkelanjutan, pemanfaatan EBT tentunya akan berdampak signifikan bagi pengurangan emisi gas rumah kaca dan menciptakan lapangan kerja baru.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, pemanfaatan energi di Indonesia saat ini masih mengandalkan energi yang berbasis fosil. Padahal, potensi EBT di dalam negeri diperkirakan lebih dari 400 Gigawatt (GW) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Namun yang baru termanfaatkan baru 10,5% dari total potensi yang ada.
Baca Juga:Â Lewat Perpres, RI Serius Kembangkan Energi Baru Terbarukan
"Sebagian di antaranya disubsidi oleh pemerintah dan berasal dari impor. Ketergantungan impor energi ini menjadi salah satu tantangan berat bagi kita dalam menjaga perekonomian dan ketahanan energi nasional," ujarnya dalam peluncuran secara virtual The 9th Indo EBTKE ConEx 2020, Jumat (9/10/2020).
Arifin melanjutkan, pada tingkat global, negara-negara di dunia telah berkomitmen untuk mengurangi dampak perubahan iklim, mengurangi emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca sehingga terjadi transformasi energi untuk mengurangi energi fosil untuk seluruh sektor.
ÂHal ini menjadi momentum bersama untuk memanfaatkan EBT yang melimpah sesuai dengan target pemenuhan bauran EBT pada bauran energi nasional sebesar 23% di tahun 2025 dan 31% pada 2050.
"Kemajuan peradaban, teknologi, gaya hidup, pertumbuhan ekonomi telah menyebabkan permintaan terhadap energi terus meningkat. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban menyediakan energi yang cukup, merata, terjangkau dan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat," tuturnya.