JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menegaskan aspek perlindungan dan penciptaan lapangan kerja bukan dua hal yang bisa dipertentangkan dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Pasalnya, keduanya berjalan bersama.
Menurut Ida, jika ada yang menganggap pelonggaran syarat-syarat berusaha otomatis mengurangi perlindungan pekerja, hal tersebut salah besar.
“RUU ini mencari jalan tengah dan titik keseimbangan di antara keduanya. Meskipun ada saja pihak-pihak yang bersikap menyatakan bahwa pemerintah lebih berpihak kepada pengusaha,” kata Ida dalam dialog dengan Perkumpulan Pengajar dan Praktisi Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (P3HKI) secara virtual di Jakarta, Selasa(13/10/2020).
Baca Juga: Besok, 812 Halaman Draft Final UU Cipta Kerja Diserahkan ke Pemerintah
Ida menjelaskan berbagai isu yang berkembang seperti pesangon, kontrak kerja, upah, TKA, waktu kerja, outsourcing, dan yang lainnya.
Sementara itu, Salah satu peserta, Prof Aloysius Uwiyono dari UI menyampaikan beberapa catatan kritis terkait upah, kontrak, outsourcing dan sanksi, yang setelah ini diharapkan dapat diakomodasi di PP agar ada kepastian perlindungan pekerja. Sekaligus juga mengapresiasi program Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang tidak membebankan iuran baru kepada pekerja-pengusaha.
Baca Juga: Pengusaha Muda Sebut UU Cipta Kerja Menjawab Tantangan Ekonomi
"Saya amini bahwa hal-hal teknis yang belum diatur di UU Cipta Kerja harus dimasukkan ke dalam PP. Soal PKWT, misalnya, memang jangka waktunya belum diatur dalam UU itu," tambah Ida.
Tentu saja, kata Ida, perlu ada batasan waktu diatur di PP, setelah dibahas bersama dengan forum Tripartit.
"Segera setelah DPR menyerahkan UU itu kepada pemerintah, saya akan mengajak dialog lagi tanpa henti kepada semua pihak," tukas Ida.
(Feby Novalius)