JAKARTA – Harga batu bara global mengalami penguatan signifikan seiring dengan naiknya permintaan di China. Harga batu bara sebelumnya mencapai level terendah di bawah USD50 per metrik ton pada September 2020.
Head of Corporate Ratings PT Pefindo Niken Indriarsih mengatakan, faktor pendukung naikknya harga batu bara adalah sisi pemulihan ekonomi di China. Hal ini dilihat dengan produk vaksinasi yang dijalankan, kemudian kondisi ekonomi yang jauh lebih baik dibandingkan 2020.
Baca Juga:Â Produksi Batu Bara Tembus 237 Juta Ton hingga Mei 2021
“Kemajuan yang terjadi di China itu memicu naiknya permintaan. Terutama permintaan meningkat dari sektor rumah tangga,” ujarnya dalam Market Review di IDX Channel, Senin (14/6/2021).
Menurutnya, hal tersebut akan memicu pendapatan dari para pemain disektor batu bara. Niken menerangkan, perlu adanya perhatian lebih rinci lagi dari sisi penjualannya. Apakah banyak diperoleh dari porsi spot atau kontrak.
“Kalau penjualan secara kontrak, harga sudah ditentukan sebelumnya. Sementara porsi spot yang lebih besar bisa diuntungkan dengan potensi kenaikan pendapatan yang lebih besar pada tahun ini. Walaupun tentunya akan ada resiko tambahan pada saat harga batu bara mengalami penurunan,” jelas Niken.
Baca Juga:Â Harga Batu Bara Acuan Naik USD100,3 per Ton, Tertinggi sejak 2018
Di sisi lain, dalam rangka mengurangi penggunaan batu bara hingga 60% pada 2050, Niken menilai, hal itu suatu langkah yang baik untuk mengamankan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, kemudian juga untuk mengurangi dampak buruk yang dihasilkan dari industri pertambangan bagi lingkungan.
Niken memprediksi rencana pemerintah baru dapat terealisasikan dalam jangka panjang, lantaran perlu mempertimbangkan infrastruktur dan kebijakan pendukung. Baginya semua rencana tersebut perlu dipersiapkan dengan baik.