JAKARTA - PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) menuntaskan pembentukan subholding sarana infrastruktur yang menjadikan PT Krakatau Industrial Estate Cilegon (PT KIEC) sebagai induk unit tersebut. Pembentukan subholding merupakan hasil integrasi dari beberapa anak perusahaan Krakatau Steel.
Disebutkan, dokumen pembentukan Subholding Sarana Infrastruktur Krakatau Steel telah ditandatangani oleh Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim dan pemegang saham lainnya pada Rabu (30/6/2021) pekan lalu. Di mana pembentukan subholding ini dilakukan dalam rentang waktu selama tiga bulan sejak bulan Maret 2021.
Baca Juga: Pabrik Hot Strip Mill 2 Krakatau Steel Mulai Beroperasi
Sebagai informasi, subholding Sarana Infrastruktur merupakan perusahaan yang bergerak di bidang layanan kawasan industri terintegrasi dengan empat area utama yang terdiri dari kawasan industri, penyediaan energi, penyediaan air industri, dan pelabuhan. Anak perusahaan yang bergabung dalam subholding ini adalah PT Krakatau Industrial Estate Cilegon (PT KIEC), PT Krakatau Daya Listrik (PT KDL), PT Krakatau Tirta Industri (PT KTI), dan PT Krakatau Bandar Samudera (PT KBS).
Dengan pembentukan subholding tersebut, terdapat pengalihan atas 99,99% saham perseroan pada PT KBS, PT KDL dan PT KTI sebagai setoran modal Perseroan dalam bentuk lainnya (inbreng) kepada PTKIEC yang merupakan perusahaan terkendali perseroan dimana perseroan memiliki 99,99% kepemilikan saham pada PTKIEC. Berdasarkan laporan keterbukaan informasi, nilai setoran modal masing-masing anak usaha kepada PT KIEC adalah Rp3,85 triliun dari PT KBS, Rp3,74 triliun dari PT KDL, dan Rp2,08 triliun dari PT KTI.
Baca Juga: Pabrik HSM 2 Beroperasi, Erick Thohir: Wujudkan Kemandirian Industri Baja Nasional
Direktur Utama Krakatau Steel, Silmy Karim mengatakan, subholding Sarana Infrastruktur memiliki fondasi yang kuat secara finansial. Penggabungan empat perusahaan tersebut memiliki pendapatan Rp3,4 triliun dan nilai EBITDA sebesar Rp1 triliun pada tahun 2020 dan akan terus berkembang seiring dengan pertumbuhan kebutuhan kawasan industri di Indonesia.
“Dari pembentukan subholding ini diproyeksikan menghasilkan pendapatan hingga Rp7,8 triliun di lima tahun mendatang. Sementara untuk EBITDA diproyeksikan meningkat mencapai Rp2,2 triliun di tahun 2025,” tutur Silmy, dikutip dari Harian Neraca, Senin (6/7/2021).